PENYEBAB KAWIN CAMPUR AKIDAH HANCUR


Assalamu'alaikum Wr Wb

KAWIN CAMPUR AKIDAH HANCUR
Sesungguhnya hukum negeri ini tidak memberi tempat bagi pasangan kawin
campur (beda agama). Tetapi, mengapa hal ini mesti terjadi?

Rudy Pratono (31 tahun), resmi menikahi Anna Maria Saraswati (29
tahun).
Mereka adalah pasangan suami-istri berbeda agama. Rudy, lelaki Jawa
kelahiran Jakarta, beragama Islam. Sementara, pasangannya, Anna, wanita
keturunan Jawa-Tionghoa, beragama Kristen.

Anehnya, perkawinan dua sejoli ini dilakukan dengan dua cara yang
berbeda: Islam dan Kristen. Akad nikah secara Islam dilangsungkan di
Gedung Yayasan Wakaf Paramadina, Plaza Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Selain orang tua kedua belah pihak dan keluarga besar kedua mempelai,
Ikut hadir dalam pernikahan itu, Zainun Kamal, staf pengajar di
Universitas Paramadina sebagai saksi perkawinan.

Usai melangsungkan pernikahan secara Islam, sore harinya pasangan
Rudy-Anna menjalani upacara pernikahan ala Katolik di Kapel Kanisius,
Menteng Raya, Jakarta. Semua tata cara pernikahan Katolik mereka
jalani.
Pemberkatan dipimpin Romo Purbo Tamtomo dari Sekretariat Keuskupan
Agung, Jakarta. Secara keseluruhan upacara perkawinan anak manusia
berbeda keyakinan ini, berjalan lancar.

Namun, ada sedikit kendala, terutama dari petugas Catatan Sipil yang
juga ikut hadir dalam prosesi pernikahan. Petugas itu menolak mencatat
keabsahan pernikahan Rudy-Anna, karena keduanya menikah tidak satu
agama
alias kawin campur. Sontak, seluruh hadirin terperanjat. Sebagian tak
mengira pernikahan ini akan ditolak petugas Catatan Sipil. Akhirnya,
kasus ini sempat menjadi perbincangan serius khalayak.

Lain lagi cerita pernikahan artis Yuni Shara (Islam) dengan pengusaha
Henry Siahaan (Kristen). Sama-sama melakukan pernikahan berbeda agama,
namun proses pernikahan Yuni-Henry berlainan dengan pernikahan
Rudy-Anna. Perkawinan mereka dilakukan 5 Agustus 2002 lalu di District
Registrar's Office, Perth, Australia. Seperti sudah diperkirakan,
proses
perkawinan kedua orang beda agama ini berjalan lancar.

Kemudian, tanpa mengalami kendala yang berarti, pasangan Yuni-Henry
mencatatkan perkawinannya ke Kantor Catatan Sipil Bekasi, pada 7
Agustus
2002 lalu. Selang beberapa hari, tepatnya 11 Agustus 2002, dua orang
yang sedang mabuk cinta ini melangsungkan pesta perkawinan. Rekan-rekan
artis, baik penyanyi maupun pemain sinetron diundang ke acara tersebut.

Bahkan, acara itu dihadiri sejumlah pejabat negara seperti Gubernur DKI
Sutiyoso, mantan Kapolri Jenderal Bimantoro dan sejumlah pejabat
penting
lainnya. Konyolnya, seperti dimuat Majalah Cantika No. 72/2002, saat
wartawan mempersoalkan kawin campur yang dijalankannya, Henry
mengatakan
"Yang penting bukan masuk Islam atau Kristen, tapi masuk surga."
Pernikahan beda agama di kalangan para artis dan selebritis, tampaknya
telah lazim dilakukan. Tengok saja pernikahan antara Al Arthur M
Muchtar
alias Bucek Depp, artis beragama Islam dengan Unique Priscilla Mauretha
Hadisoemarto, yang beragama Katolik. Atau Amara (Islam) yang rela
dinikahi Frans Lingua (Kristen).

Juga Ira Wibowo (Islam) yang sudi menjadi istri penyanyi dari personil
grup KLA Project, Katon Bagaskara yang beragama Katolik. Lalu, Nurul
Arifin yang beragama Islam rela menikah dengan Mayong Suryolaksono yang
beragama Katolik. Ada lagi, Ina Indayati yang dinikahi bintang sinetron
Jeremy Thomas yang Kristen.

Jumlah pasangan yang menikah beda agama terbilang tak sedikit. Menurut
informasi dari sumber SABILI, kini tak kurang lima ribu pasangan beda
agama antri di Singapura untuk melakukan pernikahan. "Itu baru di
Singapura, belum di negara lainnya seperti Australia, Eropa, Amerika
dan
lainnya. Jumlahnya tentu makin bertambah," katanya.

Fenomena maraknya kawin campur tentu saja membuat hati umat Islam
miris.
Lebih miris lagi saat melihat sikap para pejabat berwenang yang tampak
acuh tak acuh dalam merespon persoalan ini. Faktanya, tak sedikit
Kantor
Catatan Sipil yang "melegalisasi" pernikahan laki-laki dan wanita beda
agama.
Contohnya adalah Kantor Catatan Sipil (KCS), Bekasi. Tanpa takut
digugat
masyarakat, KCS Bekasi mencatatkan kawin campur antara Yuni Shara dan
Henry Siahaan, 7 Agustus 2002 lalu. Konon, persoalan serupa juga
terjadi
di sejumlah KCS di Indonesia.

Sikap sejumlah KCS yang mau mencatatkan pasangan beda agama memang
sangat disayangkan. Padahal, hukum yang mengatur pernikahan beda agama
sudah sangat jelas. Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1971, misalnya.
Undang-undang yang mengatur soal perkawinan ini tegas-tegas tidak
mengakomodasi perkawinan beda agama.

Ketentuan soal "pelarangan" kawin campur dapat dilihat pada pasal 2
ayat
1 yakni "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu." UU ini mensyaratkan
bahwa perkawinan akan dianggap sah bila kedua pasangan menganut agama
yang sama. Atau dengan lain perkataan, perkawinan beda agama dianggap
tidak pernah terjadi dan otomatis batal demi hukum.

Jauh sebelum UU Perkawinan ini dibuat tahun 1971, Islam telah mengatur
soal pernikahan beda agama. Pada dasarnya Islam tak memberi tempat
untuk
kawin campur. Soal larangan kawin campur diterangkan Allah SWT dalam
al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 221.

Secara garis besar ayat itu menerangkan bahwa laki-laki Islam (muslim)
tidak diperkenankan menikahi wanita-wanita musyrik, meskipun,
wanita-wanita itu memikat hatinya. Begitu juga, bagi kaum muslimin
tidak
dibolehkan menikahkan anak-anaknya yang perempuan kepada laki-laki
musyrik, meskipun laki-laki musyrik tersebut mengagumkan hatinya.

Bahkan, untuk merespon keluhan masyarakat soal kawin campur, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 1 Juni tahun 1980, telah
mengeluarkan
fatwa bahwa seorang muslimah (wanita muslim) haram hukumnya dinikahkan
dengan seorang pria bukan Islam. "Muslimah tidak boleh menikah dengan
orang kafir, baik musyrik atau ahlul kitab. Laki-laki muslim tidak
boleh
dengan wanita musyrik. Yang ada khilafiyah laki-laki muslim dengan
ahlul
kitab," kata KH. Ma'ruf Amin, Ketua Komisi Fatwa, MUI. (Lihat: Nikah
Beda Agama Menerjang Syariah)

Masyarakat, terutama umat Islam menanti ketegasan aparat berwenang
terhadap kawin campur. Dengan dasar hukum tersebut, semestinya
pemerintah mampu menindak tegas siapa saja pasangan yang melanggar
aturan yang ada. Apalagi, kedudukan perkawinan beda agama telah jelas:
tidak sah dan termasuk perbuatan zina yang sangat meresahkan
masyarakat.

Namun, di sini pula problemnya. Aparat pemerintah, terutama Kantor
Catatan Sipil, nampaknya "kurang bergairah" alias mandul, terutama
ketika menjalankan aturan ini. Bahkan, sejumlah pihak menuding mereka
tengah dilanda penyakit "loyo". Ada apa dengan mereka? Apakah mereka
telah disuap hingga mau mencatatkan pernikahan beda agama?

Tudingan loyo, suap, kurang darah dan mandul serta lainnya tentu saja
dibantah pihak Kantor Catatan Sipil. Amir Chaidir, Kepala Seksi
Perkawinan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta menyatakan,
Kantor Catatan Sipil tetap konsisten melarang pernikahan beda agama.
"Tidak ada pencatatan perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil,"
tuturnya.

Namun, saat ditanya soal kawin campur artis Yuni Shara dengan Henry
Siahaan yang didaftarkan ke Kantor Pencatatan Sipil Bekasi, Amir tampak
gugup. Toh, ia berkilah pencatatan itu hanya sekadar persyaratan
administrasi saja. "Kita tidak mengawinkan mereka. Sifatnya hanya
admistrasi saja," ujarnya.

Lepas dari bantahan yang dikemukakan Amir, maraknya pernikahan beda
agama tampaknya perlu ditemukan benang merahnya. Kenapa masyarakat
melakukan itu? Apalagi, mereka telah mengetahui bahwa perkawinan beda
agama tidak mendapat tempat di negeri ini. Lalu, kenapa mereka tetap
melakukannya?
Pandangan dan perilaku sejumlah tokoh masyarakat yang akomodatif
terhadap pernikahan beda agama disinyalir sebagai salah satu akar
permasalahan menjamurnya pernikahan beda agama ini. Dengan "fatwa"
mereka, pasangan beda agama merasa mendapat pembenaran untuk melakukan
kawin campur yang sebenarnya dilarang agama dan negara itu. Pandangan
ini dibenarkan Guru Besar Fakultas Syariah, UIN Jakarta, Dr. Amin Suma.
"Seorang tokoh suaranya akan didengar oleh masyarakat," tegasnya.

Satu di antara sejumlah tokoh yang sangat toleran terhadap kawin campur
adalah Dr. Zainun Kamal. Dosen Universitas Paramadina ini menyatakan
sah-sah saja muslimah (perempuan muslim) menikah dengan laki-laki
nonmuslim (ahlul kitab).

Tokoh yang dekat dengan kelompok "Jaringan Islam Liberal (JIL)" yang
kerap mengeluarkan pandangan-pandangan nyeleneh ini menjelaskan, karena
tidak ada satu ayat pun di al-Qur'an secara tegas mengharamkan kawin
campur, maka pernikahan antara muslimah dengan nonmuslim, boleh-boleh
saja. "Kita boleh kawin dengan siapa saja, tidak ada halangan," kata
Zainun yang juga staf pengajar Universitas Islam Negeri, Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Padahal, Islam secara tegas melarang wanita muslimah menikah dengan
laki-laki non muslim. "Wanita muslim yang menikah dengan pria nonmuslim
tetap saja berada di luar pernikahan alias zina," kata KH. Dr. Miftah
Faridl. Direktur Pusat Dakwah Islam (Pusdai), Jawa Barat ini
mengkhawatirkan, perkembangan anak dari hasil kawin campur. Menurutnya,
karena kawin campur membutuhkan toleransi yang tinggi, akibatnya
pemikiran anak bisa liberal.

Parahnya lagi, pandangan nyeleneh Zainun soal kawin campur itu
dilakukan
juga seniornya di UIN Jakarta, Nurcholish Madjid. Seperti diberitakan
Majalah Media Dakwah (Muharram 1423/April 2002), Cak Nur demikian ia
biasa disapa, pada 30 September 2001 lalu, menikahkah putrinya, Nadya
Nurcholish Madjid (Islam) dengan seorang bule Yahudi asal Rusia, di
Amerika Serikat.
Yang membuat orang tercengang dan terheran-heran, menurut Media Dakwah,
saat Cak Nur memimpin pernikahan ternyata tidak menggunakan tatacara
agama apapun. Tidak menggunakan tata cara Islam atau tata cara Yahudi.
Ia memimpin prosesi pernikahan ini dengan menggunakan bahasa Inggris.

Dalam prosesi itu, ia menyebut-nyebut nama Tuhan (God), dan atas dasar
keturunan (si pengantin putri sebagai keturunannya). Saat berita ini
dikonfirmasi kepada Cak Nur lewat telepon, telepon rumahnya tak
diangkat. Begitu juga saat SABILI mengirim e-mail ke Cak Nur yang saat
ini ada di Amerika sebagai dosen tamu di Michigan, e-mail kami itu pun
belum dijawab.

Beruntung, konfirmasi soal ini kami dapatkan dari orang dekatnya Cak
Nur. Ia membantah kebenaran berita seperti dilansir Majalah Media
Dakwah
tersebut. Menurut pengakuannya, sebelum pernikahan dilangsungkan, suami
Nadya telah berpindah agama menjadi Islam.

"Ya nggak aneh dong. Mereka kan "Islam Liberal (Islib)". Buat Islib
al-Qur'an dan Sunnah bukan apa-apa. Al-Qur'an dan Sunnah diperlakukan
seperti orang-orang Nasrani dan Yahudi memperlakukan Injil dan Taurat
saat ini, " tegas Ustadz Ihsan Tandjung.

Umat Islam, kata Ihsan, tidak perlu kaget dengan pemikiran kelompok
Islib. Islib sambungnya, adalah gerakan nonmuslim untuk menghancurkan
Islam dengan menggunakan orang Islam sendiri. "Islib adalah sebuah
pemikiran yang dikembangkan untuk mendatangkan kerisauan di kalangan
umat Islam," tuturnya.
Dr. Amin Suma senada dengan Ihsan. "Mereka tak menyadari pemikiran dan
tindakannya akan menimbulkan banyak dampak negatif di masyarakat awam,"
kata Dr. Amin. Lebih jauh Amin menyarankan tokoh-tokoh masyarakat,
terutama kalangan cendekiawan (Islib) perlu menunjukkan kejujuran
ilmiah. Jangan demi mengejar popularitas, masyarakat dikorbankan.

Menyebarnya pemikiran nyeleneh para tokoh masyarakat soal kawin campur,
tampaknya tidak bisa dilepaskan dari peran media massa baik cetak
maupun
elektronik. Tengok saja pemberitaan di harian Jawa Pos beberapa waktu
lalu. Untuk mendukung pandangan Zainun soal bolehnya kawin campur,
beberapa kali koran terbitan Surabaya ini mengundang Zainun dan Bimo.
Dalam pemberitaan Bimo, seorang aktivis Kristen yang memiliki istri
seorang muslimah berjilbab digambarkan hidupnya rukun, bahagia dan jauh
dari perselisihan. Digambarkan juga bahwa pernikahan beda agama tidak
menghalangi kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga. Bahkan, hidupnya
semakin bahagia seperti pasangan Bimo dan istrinya.




Soal promosi kawin campur juga dilakukan media elektronik. Tayangan
yang
menggambarkan kawin campur bukan suatu hal yang mesti ditakuti, dapat
dilihat pada acara "Selamat Datang Pagi" yang setiap hari, kecuali hari
Sabtu dan Ahad, ditayangkan RCTI jam setengah delapan pagi.

Dalam banyak tayangan "Selamat Datang Pagi", digambarkan suami yang
diperankan Ferdi Hasan (Muslim) dan istri yang diperankan Becky Tumewu
(Kristen) tampak hidupnya bahagia dan harmonis. Meski ada konflik,
namun
tidak membuat keluarga mereka berantakan. Segala persoalan mampu mereka
atasi. Bahkan, pemeran pasangan suami-istri beda agama itu digambarkan
menjadi teladan bagi keluarga lainnya. Mereka digambarkan mampu menjadi
penengah pasangan suami-istri lain yang konflik

Jadi, perkawinan beda agama merupakan persoalan serius umat Islam.
Kawin
campur, selain tidak bermanfaat juga dapat menghancurkan akidah umat
Islam, terutama para muslimah. Bahkan, berdasarkan data di lapangan,
tidak sedikit muslimah atau muslim kawin campur, akhirnya murtad dan
masuk agama Kristen. (Lihat: Pemurtadan Berkedok Kawin Campur).

Aturan hukum soal kawin campur sudah sangat jelas. Hukum di republik
ini
tegas-tegas tidak memberi tempat bagi pernikahan beda agama. Bahkan,
Islam menyatakan pernikahan beda agama termasuk zina. Berdasarkan
aturan
hukum itu, semestinya aparat berwenang, terutama Kantor Catatan Sipil
dan umat Islam mutlak mengambil tindakan tegas, terutama bagi pasangan
kawin campur. Sebab, jika tidak, "virus" ini akan semakin menyebar dan
menghancurkan akidah umat. Sabili

Wassalamu'alaikum Wr Wb

0 comments:

Post a Comment