FATWA LENGKAP KHUSUS BAGI PARA WANITA YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA

Pada Pembahasan kali ini, Seputar Jenazah akan membahas tentang "FATWA LENGKAP KHUSUS BAGI PARA WANITA YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA " semoga bermanfaat.

132-apa sajakah hukum-hukum yang harus ditetapi seorang wanita ketika ditinggal mati suaminya?[1]

Jawab:
Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, seperti disebutkan dalam hadits, ia harus berkabung dan tidak mengerjakan beberapa perkara. Perkara-perkara itu adalah di bawah ini,

Pertama: Ia harus menetapi rumah yang ia bertempat tinggal disitu saat suaminya meninggal dunia. Ia menetap di rumah tersebut sampai habis masa iddahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. Kecuali jika sedang hamil, maka ia keluar dari masa iddah ini bersama dengan kelahiran anak yang dikandungnya. Seperti difirmankan allah Subhanahu wa Ta’ala,

"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. ath-Thalaaq: 4)

Ia tidak diperkenankan keluar rumah, kecuali ada keperluan sangat mendesak, seperti pergi ke rumah sakit untuk berobat, membeli makanan dari pasar, atau hal-hal lainnya, jika tidak ada seorangpun yang membantu dia untuk mengerjakan hal-hal tersebut.

Demikian pula jika rumahnya runtuh, ia boleh keluar dari rumah itu menuju rumah yang lain. atau jika tidak mendapati seorangpun yang menghiburnya, atau takut terhadap keselamatan dirinya. Maka dalam kondisi-kondisi seperti ini, ia boleh keluar rumah sesuai dengan kebutuhan.

Yang kedua: Ia tidak boleh mengenakan pakaian-pakaian yang indah, apakah pakaian itu berwarna kuning, hijau, atau warna lainnya. Ia hanya memakai baju yang tidak indah, baik ia berwarna hitam, hijau, atau selain kedua warna itu. Yang penting, bajunya tidak boleh indah. Seperti inilah yang diperintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim, dari Hafshah dari Ummu athiyyah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

((لاَ تُحِدُّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلاَ تَلْبَسُ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلاَّ ثَوْبَ عَصْبٍ وَلاَ تَكْتَحِلُ وَلاَ تَمَسُّ طِيبًا إِلاَّ إِذَا طَهُرَتْ نُبْذَةً مِنْ قُسْطٍ أَوْ أَظْفَارٍ))[2]

"Seorang wanita dilarang berkabung atas kematian seseorang di atas tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ia tidak boleh memakai baju yang dicelup kecuali baju tenunan Yaman[3]. Tidak boleh memakai celak[4]. Dan tidak boleh memakai wangi-wangian, kecuali dia suci dari haidh kemudian mengambil sedikit dari kusti dan adzfar.[5]"

Yang ketiga: Wanita dalam masa iddah, harus menghindari segala macam perhiasan yang terbuat dari emas, perak, permata, berlian, ataupun perhiasan-perhiasan lainnya. Sama saja, apakah perhiasan itu berbentuk kalung, gelang, cincin, dan lain sebagainya. Ia dilarang dari semua perhiasan ini hingga berakhir masa iddahnya.

Yang keempat: Ia harus menghindari wangi-wangian. Ia tidak boleh memakai bukhur[6] atau  wangi-wangian yang lain. Kecuali ia suci dari haidh. Jika suci dari haidh ini ia boleh menggunakan bukhur itu.

Yang kelima: Ia harus menghindari celak. Ia tidak halal memakai celak, atau benda apapun semakna dengan celak, yang digunakan untuk mempercantik wajah. Maksud kami dengan kecantikan wajah disini, yaitu khusus kecantikan wajah yang bisa menggoda manusia dengan kecantikan itu. adapun mempercantik wajah yang biasa dilakukan para wanita, seperti mencuci muka dengan air dan sabun, maka tidak apa-apa dilakukan. Tetapi celak yang dipergunakan para wanita untuk mempercantik kedua matanya, atau benda lain yang serupa dengan celak yang digunakan untuk mempercantik wajah, maka ini tidak boleh dilakukannya.

Jadi! Lima perkara inilah yang harus dihindari setiap wanita yang ditinggal mati suaminya.

Sedangkan beberapa hal yang diyakini orang awam dan selalu mereka besar-besarkan, yaitu mereka mengatakan bahwa wanita di masa iddah tidak boleh berbicara dengan siapapun, tidak boleh berbicara lewat telepon, hanya boleh mandi seminggu sekali, tidak boleh berjalan dalam rumah tanpa alas kaki, tidak boleh keluar di bawah cahaya rembulan, dan hal-hal khurafat lainnya, maka ini semua tidak ada dalilnya.

Tetapi wanita di masa iddah itu, bebas berjalan dalam rumahnya dengan bersandal atau tidak. Ia bebas memenuhi kebutuhannya dalam rumah, seperti memasak makanan buat dirinya atau buat para tamu. Ia bebas berjalan di bawah cahaya rembulan. Bebas berjalan di atap rumah, atau di taman rumah. Bebas mandi kapanpun dia mau. Bebas berbicara dengan siapapun selama pembicaraan itu dibenarkan. Bebas berjabat tangan dengan seluruh wanita, dan seluruh lelaki muhrimnya, tetapi selain muhrim ia tetap diharamkan. Dan ia juga bebas meletakkan penutup kepalanya kapanpun dia mau selama disitu tidak ada seorang lelaki yang bukan muhrimnya.

Ia hanya dilarang memakai daun pacar, kunyit, dan wangi-wangian untuk pakaian atau campuran kopi. Karena kunyit adalah sejenis wewangian. Ia juga tidak boleh dilamar secara terang-terangan. Ia boleh dilamar dengan ungkapan tidak terus terang, yaitu dengan ta`ridh atau sindiran. Jika pengungkapan lamaran itu secara terang-terangan, maka ini tidak boleh dilakukan.

133-Bolehkah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dalam masa iddah, untuk memandikan anak-anaknya dan mengharumi mereka? Bolehkah seorang lelaki meminangnya untuk dinikahi pada saat iddah ini?[7]

Jawab:
Wanita yang berkabung –yaitu yang ditinggal mati suaminya- selama masa iddah, ia dilarang menyentuh wewangian. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarangnya untuk itu[8]. Tetapi tidak masalah, seandainya ia memberikan harum-haruman itu kepada putra-putra atau tamu-tamunya selama ia tidak ikut serta dalam menggunakannya.

Ia tidak boleh dipinang secara terang-terangan sampai berakhir masa iddahnya. Tetapi tidak ada larangan jika seorang lelaki yang meminangnya secara ta`ridh. Sesuai dengan firman allah Subhanahu wa Ta’ala ini,

"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran..." (QS. al-Baqarah: 235)

jadi! allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan pinangan secara sindiran dan mengharamkan pinangan secara terus terang. Dalam hal ini, allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai hikmah atau rahasia tersendiri dalam hal itu.

134-Saya seorang wanita yang baru saja ditinggal mati suami. Saya sekarang dalam masa iddah, bolehkah saya mandi menggunakan sabun yang berbau harum, atau memandikan anak-anak saya dengan sabun itu?[9]

Jawab:
Yang dimaksud dengan "ihdad" atau masa berkabung, yaitu sikap wanita dalam menghindari segala sesuatu yang mendorong kepada jima` (hubungan suami istri) atau yang menyebabkan orang lain memandang dia. apakah itu berupa wewangian, celak, dan perhiasan. Sama saja, apakah ia memakai perhiasan itu pada lehernya, telinga, atau kedua tangannya. Demikian pula dengan segala bentuk baju hias, yang penggunaannya dianggap sebagai tajammul (mempercantik diri). Ia dilarang memakainya.

Wajib bagi wanita dalam masa iddah ini, menetap dalam rumah yang ia tinggali saat sang suami meninggal disitu. Sesuai firman allah Subhanahu wa Ta’ala yang Berbunyi,

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis `iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS. al-Baqarah: 234)

Jadi! Firman allah Subhanahu wa Ta’ala "apabila telah habis `iddahnya", menunjukkan bahwa para wanita yang ditinggal mati suaminya, sebelum berakhirnya masa iddah, sangatlah dilarang untuk menggunakan benda-benda yang mereka boleh menggunakannya setelah masa iddah ini selesai. Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sudah menjelaskan larangan-larangan itu.

Dan... sesuai dengan penjelasan di atas, maka sabun yang berbau harum adalah tidak boleh dipergunakan oleh mereka. Karena pada sabun-sabun yang tidak mempunyai bau, mereka bisa menggunakannya.

135-ada seorang wanita yang berada di masa iddah karena ditinggal mati suaminya. Tetapi ia tidak ber-iddah dalam rumahnya, ia keluar rumah karena kebutuhan syar`inya yang mendesak. apakah wajib bagi wanita ini untuk mengulang masa iddahnya? apakah ia berdosa karena perbuatan itu?[10]

Jawab:
Masa iddah bagi seorang wanita yang ditinggal mati suami, berakhir setelah berlalunya empat bulan sepuluh hari dari kematian suami. Masa iddah ini tidak bisa diqadha`. Jika sang wanita keluar rumah karena suatu perkara yang penting, dan ia tidak bermalam kecuali di rumahnya sendiri maka tidak ada dosa baginya.

Tetapi jika keluarnya bukan karena kebutuhan dan bermalam di selain rumahnya tanpa ada keperluan pula, atau bermalam di rumah orang lain tanpa ada kebutuhan darurat, atau dia meninggalkan masa ihdad (berkabung), maka hendaklah ia beristighfar kepada allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya dari perbuatan ini, dan ia jangan mengulangi perbuatan itu lagi.

136-ada seorang lelaki yang menjalin akad nikah dengan wanita. Kemudian lelaki itu meninggal dunia sebelum menggauli sang wanita. apakah wanita ini wajib ber-ihdad (berkabung dan menjalani masa iddah)?[11]

Jawab:
Wanita yang ditinggal mati suaminya setelah proses akad nikah dan belum digauli, ia wajib ber-iddah dan melakukan ihdad. Karena dengan sempurnanya akad nikah, berarti wanita itu menjadi seorang istri yang pasti termasuk dalam firman allah Subhanahu wa Ta’ala ini,

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. al-Baqarah: 234)

Juga sesuai dengan hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

((لاَ تُحِدُّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا))[12]

"Wanita dilarang berkabung atas kematian seseorang di atas tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari."

Juga sesuai dengan riwayat lain[13] yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menentukan kepada Barwa` binti Wasyiq Radhiyallahu ‘anhu, seorang wanita yang sudah menjalin akad nikah dengan suaminya, kemudian sang suami meninggal sebelum menggaulinya, bahwa ia harus ber-iddah dan berhak menjadi pewarisnya.

137-ada seorang wanita yang berniat melakukan ibadah haji bersama suaminya. Tetapi sang suami meninggal dunia di bulan Sya`ban. Pertanyaannya, bolehkah sang wanita melakukan ibadah haji?[14]

Jawab:
Menurut madzhab imam empat, wanita ini tidak boleh berangkat melakukan ibadah haji pada masa iddah dari kematian suaminya itu.

138-ada seorang wanita yang menikah dengan lelaki. Kemudian lelaki itu meninggal sebelum mereka berdua dikaruniai putra. Sementara di kota suami, tidak ada seorang kerabat wanita ini seorangpun. Bolehkah bagi wanita tersebut, pindah dari kota suaminya menuju kota wali atau orang tuanya untuk menghabiskan masa iddah disana?[15]

Jawab:
Dibolehkan bagi istri ini, berpindah dari rumah suami menuju rumah wali atau orang tuanya, atau berpindah ke tempat manapun yang ia merasa aman untuk menghabiskan masa iddah disana dari kematian sang suami. Hal ini dibolehkan, jika ia takut atas keselamatan diri, atau akan terganggu kesucian dirinya dan tidak ada seorangpun yang melindunginya.

Tetapi jika berada di tempat yang aman dari gangguan, dan ia berpindah hanya karena ingin dekat dengan keluarga, maka ini tidak boleh dilakukannya. Dalam kondisi seperti ini, ia harus menetap di tempatnya sampai berakhir masa iddah. Baru kemudian pergi bersama mahramnya ke tempat manapun yang ia kehendaki.

139-Seseorang menyebutkan bahwa ibu tirinya sedang hamil, apakah ibu tiri itu ber-iddah karena kematian ayahnya selama empat bulan sepuluh hari, ataukah ber-iddah sampai melahirkan bayinya?[16]

Jawab:
Wanita ini harus ber-iddah sampai melahirkan bayi yang dikandungnya. Mudah-mudahan shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

140-ada seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, tentunya ia harus menjalani masa iddah, padahal ia seorang mahasiswi di sebuah Universitas. apakah ia boleh meneruskan kuliah atau harus berhenti?[17]

Jawab:
Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya wajib menjalani masa iddah dan ber-ihdad (berkabung) selama empat bulan sepuluh hari di dalam rumah yang ia ada disitu saat suaminya meninggal. Ia tidak boleh menginap kecuali di rumah itu. Ia harus menghindari segala benda yang mempercantik dirinya, atau benda yang mendorong orang lain memandangi dia. apakah benda itu berupa minyak wangi, celak, baju-baju yang berhias, atau alat-alat kosmetika penghias tubuh dan lain sebagainya yang mempercantik dirinya. Tapi ia tetap boleh keluar di siang hari untuk memenuhi kebutuhannya.

Dan berdasarkan ketentuan ini, maka seorang mahasisiwi, boleh pergi ke kampus untuk mendengar pelajaran, memahami mata kuliah, dan memenuhi SKS-nya, dengan syarat ia tetap menjauhi hal-hal yang harus dijauhi seorang wanita yang menjalani masa iddah karena kematian suami, yang hal-hal itu bisa menggoda kaum lelaki dan mendorong mereka untuk melamar dia.

141-apakah seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, yang sedang menjalani masa iddah, boleh menjawab telepon; padahal ia tidak tahu apakah orang yang menghubungi itu lelaki atau perempuan? Dan apa saja yang diwajibkan atas wanita dalam masa iddah ini?[18]

Jawab:
Seorang wanita pada masa iddah, wajib menghindari segala bentuk hiasan yang berupa baju-baju hias dan alat-alat kecantikan, seperti perhiasan, daun pacar, celak untuk mempercantik diri dan yang semacamnya. Ia dilarang keluar dari rumahnya kecuali karena satu hal darurat.  Ia tidak boleh memakai minyak wangi, harum-haruman, dan tidak boleh tampak di tengah-tengah kaum lelaki asing yang bukan muhrimnya.

Tetapi di dalam rumah, ia bebas berjalan di dalamnya dan melakukan apa saja yang perlu dilakukannya, seperti naik ke lantai atas dan sebagainya. Jika ia harus berbicara lewat telepon maka itu tidak apa-apa dilakukan. Tetapi jika mengangkat telepon, kemudian ia tahu bahwa orang yang berbicara dengannya adalah seorang lelaki yang ingin mencari jodoh, maka ia wajib segera menghentikan percakapan itu, seperti yang lazim dilakukan, bahkan oleh wanita yang tidak ber-iddah sekalipun.

Ia juga boleh berbicara dengan karib kerabatnya yang bukan muhrim dari balik hijab, atau lewat telepon dan semacamnya, sebagaimana ia dibolehkan melakukan hal itu di masa selain masa iddah.

142-Bolehkah seorang wanita memakai baju berwarna hitam sebagai pernyataan rasa sedih atas kematian seseorang, khususnya jika yang mati adalah suaminya?[19]

Jawab:
Memakai baju berwarna hitam pada saat tertimpa musibah adalah lambang kebatilan yang tidak ada dalilnya. Seorang manusia ketika tertimpa musibah, ia semestinya melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh syariat. Yaitu mengucapkan,

((إِناَّ ِللهِ وَإِناَّ إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللَّهُمَّ اؤْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهاَ))[20]

"Sesungguhnya kita adalah milik allah Subhanahu wa Ta’ala dan hanya kepada-Nyalah kita  dikembalikan. Ya allah! Berilah pahala pada musibahku ini dan gantilah ia dengan yang lebih baik."

Jika dia mengucapkan doa di atas dengan penuh keimanan dan harapan mendapat pahala, maka allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya pahala dan mengganti musibahnya itu dengan sesuatu yang lebih baik. adapun mengenakan baju tertentu yang berwarna hitam atau yang serupa dengan itu, maka perbuatan ini tidak ada dalilnya, ini adalah perbuatan batil yang sangat tercela.

143-Bolehkah bagi wanita di masa iddah untuk memakai jam tangan agar mengetahui kondisi waktu bukan untuk mempercantik diri?[21]

Jawab:
Benar! Ia boleh memakainya. Karena urusan ini tergantung kepada niat dan maksud seseorang. Tetapi jika tidak memakainya, itu adalah lebih utama, karena jam tangan serupa dengan perhiasan.

144-Saya seorang wanita berumur empat puluh tahun. Sudah menikah dan dikarunia lima orang anak. Suami saya meninggal dunia pada tanggal 12 Mei 1985 M, tetapi saya tidak menjalani masa iddah setelah kematiannya, karena ada beberapa pekerjaan yang khusus buat suami dan anak-anak saya.

Setelah berlalu empat bulan saya baru menjalani masa iddah, yaitu pada tanggal 12 September 1985 M. Setelah sempurna satu bulan saya menjalani masa iddah ini, tiba-tiba ada kecelakaan yang mengharuskan saya untuk keluar rumah. apakah bulan ini terhitung masuk dalam masa iddah, dan apakah proses masa iddah yang saya lakukan, yaitu setelah berlalunya empat bulan dari kematian suami, sesuatu yang dibenarkan atau tidak. Karena saya selalu keluar rumah untuk mengerjakan beberapa pekerjaan, sebab saya tidak memiliki seorangpun yang membantu saya dalam mengerjakan tugas rumah tangga?[22]

Jawab:
Perbuatan yang anda lakukan ini adalah perbuatan haram. Karena yang wajib bagi seorang wanita yang ditinggal mati suami, adalah memulai masa iddah dan ihdad (berkabung) sejak ia tahu kapan suaminya meninggal dunia. Tidak halal baginya untuk menunda masa itu, sesuai dengan firman allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi,

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. al-Baqarah: 234)

Sedangkan penundaan anda hingga genap empat bulan, baru anda mulai menjalani masa iddah, adalah suatu perbuatan dosa dan perbuatan maksiat kepada allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak terhitung masa iddah anda ini selain sepuluh hari saja. adapun yang lebih dari itu, maka anda bukan berada pada masa iddah.

Karena itu anda harus bertaubat kepada allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperbanyak amal shalih, mudah-mudahan allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni anda dengan banyaknya amal shalih tadi. Dan masa iddah, setelah berakhir masanya, tidak bisa diqadha`.

145-Jika seorang lelaki meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri sangat tua yang umurnya lebih dari tujuh puluh tahun, apalagi wanita ini sudah pikun, tidak bisa berpikir lagi, dan tidak bisa mengurus suami. Malah sang suami meninggal dan wanita ini menjadi beban bagi suaminya. apakah wanita seperti ini wajib menjalani masa iddah dan Ihdad (berkabung) seperti layaknya para wanita pada umumnya?

Apakah hikmah disyariatkannya masa iddah buat wanita jika ia sudah sangat tua seperti wanita lainnya?

Dan kenapa hukum iddah bagi wanita hamil hanya sampai pada melahirkan bayi yang dikandungnya saja jika memang disyariatkannya iddah dan ihdad hanya untuk mempertegas kekosongan wanita dari kehamilan atau adanya janin, karena wanita yang sangat tua sudah pasti berhenti dari aktifitas[23] seperti ini?[24]

Jawab:
Wanita yang disebutkan dalam pertanyaan ini tetap wajib menjalani masa iddah dan ber-ihdad (berkabung) selama empat bulan sepuluh hari. Sebab ia masuk dalam keumuman firman allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi,

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. al-Baqarah: 234)

Dan diantara hikmah disyariatkannya iddah dan ihdad kepada seorang wanita yang sangat tua meski ia berhenti dari aktifitas kehamilannya yaitu; demi mengagungkan betapa pentingnya nilai akad nikah ini, menghormati kedudukan suami, menampakkan kemuliaannya, memenuhi hak suami, dan menampakkan perasaan kehilangannya yang mendalam, dalam menghalangi diri untuk berhias dan mempercantik diri.

Karena itulah disyariatkan atas wanita, untuk berkabung lebih lama ketimbang berkabungnya dari kematian bapak atau anak.

Sedangkan hukum bagi wanita hamil, kenapa ia hanya ber-iddah sampai melahirkan bayi yang dikandungnya, ini karena keumuman firman allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi,

"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. ath-Thalaaq: 4)

Jadi ayat di atas, mengkhususkan keumuman ayat pada firman allah Subhanahu wa Ta’ala di bawah ini,

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. al-Baqarah: 234)

Dan diantara hikmah kenapa berakhirnya masa iddah terkait dengan kelahiran bayi, karena hamil adalah hak mutlak bagi suami pertama. Maka jika sang wanita segera menikah setelah berpisah suami -apakah karena mati atau sebab lainnya- pada saat dia hamil, berarti suami kedua ini sama dengan menyiramkan airnya pada tanaman orang lain (yaitu suami pertama). Dan hal ini sangat dilarang sesuai dengan keumuman sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang berbunyi,

((لاَ يَحِلُّ لاِمْرِئٍ مُسْلِمٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ))[25]

"Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman muslim yang lain."

Sedangkan yang wajib atas setiap muslim, adalah menjalankan hukum-hukum syar`I baik ia  mengetahui hikmahnya atau tidak, disertai keimanan kepada allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dia adalah Maha Bijaksana dalam setiap yang disyariatkan dan ditakdirkan-Nya. Tetapi bagi siapapun yang dimudahkan oleh allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengetahui hikmahnya, maka itu adalah cahaya di atas cahaya dan kebaikan di atas kebaikan. Mudah-mudahan allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufiknya kepada kita semua.

146-apakah seorang wanita tua yang sudah tidak berkeinginan kepada lelaki, atau seorang gadis kecil yang belum baligh, harus menjalani masa iddah dari kematian suaminya?[26]

Jawab:
Benar! Wanita tua yang tidak lagi bernafsu terhadap lelaki, harus menjalani masa iddah dari  kematian suaminya. Demikian juga dengan gadis kecil yang belum mimpi basah, atau belum sampai pada umur itu, ia wajib menjalani masa iddah ini. Keduanya harus menjalani masa iddah sampai ia melahirkan anak yang dikandungnya jika ia hamil, atau berdiam selama empat bulan sepuluh hari jika ia tidak hamil. Ini sesuai dengan keumuman firman allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi,

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. al-Baqarah: 234)
Juga sesuai dengan keumuman ayat di bawah ini,
"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. ath-Thalaaq: 4)

147-Sebagian orang, jika ibu, saudara perempuan, atau kerabat perempuannya sudah berakhir dari masa iddah, ia mengadakan pesta karena habisnya masa tersebut. apakah hal semacam ini dibolehkan?

Jawab:
Hal ini tidak perlu dilakukan. Dan seorang muslim tidak patut jika selalu berjalan atas kebiasaan ini. Tetapi bisa jadi wanita ini, diundang oleh kerabatnya ke sebuah pesta di rumahnya setelah ia berakhir dari masa iddah, karena selama masa iddah itu ia belum menginjak rumah kerabatnya itu sedikitpun. Jadi ini seperti meminta sang wanita untuk mengunjungi rumahnya.

148-apakah wanita yang menikah dengan pernikahan tidak sah (fasid) harus menjalani masa iddah?[27]

Jawab:
Iya, wanita ini harus menjalani masa iddah. Karena ia dihukumi seperti pernikahan yang sah pada kebanyakan hukumnya. Terutama pada hukum-hukum yang kita harus berhati-hati padanya. Dan proses ini adalah termasuk dalam bab ihtiyath[28].

Sumber Referensi :

[1] Ibnu Baaz, Fatawa al-Mar`ah, hlm. 68
[2] HR. Muslim, kitab ath-Thalaq, bab wujub al-ihdad fi iddah al-wafah, dan at-Tirmidzi, kitab  ath-Thalaq, no. 2739
[3] Disini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengharamkan segala bentuk baju yang dihias dengan celupan, kecuali baju celupan hasil tenunan Yaman. allahu a`lam (pent.)
[4] Celak penghias mata.
[5] Kusti dan adzfar adalah nama dari jenis minyak wangi. Imam an-Nawawi dalam syarah sahih Muslim mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam disini mengharamkan segala jenis minyak wangi, beliau hanya membolehkannya buat wanita di masa iddah ketika ia suci dari haidh kemudian mengambil sedikit minyak wangi itu untuk mengharumi tempat keluarnya darah. allahu a`lam (pent.)
[6] Bukhur adalah kayu gaharu yang dibakar. asapnya berbau sangat harum, sedangkan kebiasaan orang-orang arab, mereka seringkali mengasapi baju-baju, kain-kain dan rumah mereka dengan asap ini, agar menjadi wangi (Pent.)
[7] Ibnu Baaz, majalah ad-dakwah, edisi. 966
[8] HR. Muslim, kitab ath-Thalaq, bab wujub al-ihdad fi iddah al-wafah, dan at-Tirmidzi, kitab  ath-Thalaq, no. 2739
[9] Ibnu Utsaimin, harian "al-Muslimun", edisi. 59
[10] Fatawa syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 34/28
[11] al-Lajnah ad-Daimah, fatawa al-mar`ah, hlm. 142
[12] HR. Muslim, kitab ath-Thalaq, bab wujub al-ihdad fi iddah al-wafah, no. 2739 dan at-Tirmidzi, kitab ath-Thalaq, no. 2739
[13] HR. ahmad dan ahlussunan.
[14] Fatawa syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 34/29
[15] al-Lajnah ad-Daimah, fatawa al-mar`ah, hlm. 141
[16] al-Lajnah ad-Daimah, fatawa al-mar`ah, hlm. 140
[17] al-Lajnah ad-Daimah, fatawa al-mar`ah, hlm. 142
[18] Ibnu Jibrin, fatawa al-mar`ah, hlm. 134
[19] Ibnu Utsaimin, fatawa al-mar`ah, 1/65
[20] HR. Muslim dalam kitab al-janaiz, bab: ma yuqaalu indal mushiibah, no. 1525
[21] al-Lajnah ad-Daimah, fatawa al-mar`ah, hlm. 139
[22] Ibnu Utsaimin, fatawa al-mar`ah, hlm. 815
[23] ada sedikit tambahan dari kami, belum lama ini diberitakan di jawa pos bersama dengan photo sekalian, bahwa ada seorang wanita berumur 74 tahun, di China, mengandung seorang anak. Hanya saja anak yang dikandungnya meninggal dalam perut. Ini membuktikan bahwa seorang wanita, meski sangat tua sekalipun, kemungkinan untuk melahirkan adalah masih ada. Dan allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mampu atas segala sesuatu, dan sangat Mampu Melakukan hal-hal yang menurut akal kita tidak mungkin terjadi  sekalipun (pent.)
[24] al-Lajnah ad-Daimah, majalah ad-da`wah, edisi. 772
[25] HR. Imam ahmad, abu Dawud, dan Ibnu Hibban, dari Ruwaifi` bin Tsabit al-anshari.
[26] al-Lajnah ad-Daimah, fatawa al-mar`ah, hlm. 141
[27] al-Fatawa as-Sa`diyyah, kitab al-idad, pertanyaan no. 17 hlm. 394
[28] Yakni, lebih baik menjalankannya daripada nanti salah dan berdosa.

17 comments:

  1. Saya ingin bertanya apakah ada surat atau fatwah yg menjelaskan, bila suami meninggal dunia, kewajiban dari suami tersebut setelah meninggal terhadap istri dan anak tentang masalah nafkah seperti apa?

    ReplyDelete
  2. Ibu saya dalam masa iddah dan saya akan segera melaksanakan wisuda. Apakah saya boleh mengajak Ibu saya untuk datang ke acara wisuda saya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tentu Saja Boleh Saudara Ku,
      Peran Ibu bagi seorang anak tidak akan terputus, meskipun telah meninggal dunia, dan peran anak pun demikian, tidak ada mantak anak, dan tidak ada mantan ibu, dia tetap akan menjadi Ibu sampai akhir hayatpun

      Terima kasih..

      Delete
  3. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.. apabila seorang istri d tinggal mati oleh suaminya bolehkah keluar rumah untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan anak nya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alauikum salam Warahmatullah..

      Bagi seorang istri yang telah ditinggal mati suaminya boleh mencari nafkah untuk anak-anaknya bahkan merantau jauh dari rumah sekalipun jika itu demi anak-anak, bukan semata-mata untuk mengejar nafsu duniawi..

      Allahu'alam..

      Terima kasih..

      Delete
  4. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.. apabila seorang istri d tinggal mati oleh suaminya bolehkah keluar rumah untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan anak nya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alauikum salam Warahmatullah..

      Bagi seorang istri yang telah ditinggal mati suaminya boleh mencari nafkah untuk anak-anaknya bahkan merantau jauh dari rumah sekalipun jika itu demi anak-anak, bukan semata-mata untuk mengejar nafsu duniawi..

      Allahu'alam..

      Terima kasih..

      Delete
  5. asslamualaikum wr.wb
    sya ingin menanyakan masa iddah ibu sya yg telah ditigal mati oleh bpak sya. Apa hukumnya bila ibu sya kluar rumah dengan ke adaan mendesak, krna ibu sya mendapat uang duka dri taspen yg tidak boleh diwakilkan? mhon penjelasannya..
    wassalam!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apapun keadaan yang mendesak dan harus dilakukan apalagi menyangkut kebutuhan hidup itu boleh, asal tetap mampu menjaga diri dari pandangan mata laki-laki dan yang mengumbar nafsu sahwat, semoga tetap sabar, semoga Allah memberikan jalan yang terbaik..amin..

      Wallahu'alam..

      Terima kasih..

      Delete
  6. asslamualaikum wr.wb
    sya ingin menanyakan masa iddah ibu sya yg telah ditigal mati oleh bpak sya. Apa hukumnya bila ibu sya kluar rumah dengan ke adaan mendesak, krna ibu sya mendapat uang duka dri taspen yg tidak boleh diwakilkan? mhon penjelasannya..
    wassalam!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apapun keadaan yang mendesak dan harus dilakukan apalagi menyangkut kebutuhan hidup itu boleh, asal tetap mampu menjaga diri dari pandangan mata laki-laki dan yang mengumbar nafsu sahwat, semoga tetap sabar, semoga Allah memberikan jalan yang terbaik..amin..

      Wallahu'alam..

      Terima kasih..

      Delete
  7. Assalamualaikum wr wb
    Saya ingin menanyakan masa iddah ibu saya yg ditinggal matioleh bpk saya, apa hukumnya bila ibu saya ikut ke kampung untuk menguburkan bpk saya dsna dan baru balik ke rmh setelah 7 harian dikampung dan juga kepasar untuk belanja buat tahlillan karna sebelumnya kita tdk tau tentang masa iddah??
    Mohon penjelasannya...
    Wassalam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas pertanyaan yang diberikan, Untuk Keperluan penguburan atas suami diperbolehkan selama kurang lebih 3 hari, dan keperluan mendesak lainnya, asalkan tidak melanggar ketententuan yang terkandung pada masa iddah tersebut,

      "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. Al-Baqarah: 234)

      Meskipun berumur tua sekalipun atau tidak memiliki nafsu terhadap lawan jenis tetap wajib melakukan masa iddah.

      Wallahu'alam..

      Delete
  8. Assalamuaikum wr wb
    Suami sy baru saja meninggal dunia dan skarang sy mash dlm masa iddah. Posisi sy skarang msh ikut dengan mertua dan mereka msh mau membantu sy untuk memenuhi kebutuhan sy dan anak sy. Namun sy tidak mau terus terusan merepotkan mereka. Yg sy ingin tanyakan bolehkah sy keluar rumah mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sy dan anak sy walau saya mash dlm masa iddah? Atau sy tetap harus menunggu massa iddah sy selesai baru keluar rumah? Sebelumnya sy tidak bekerja dan hanya sebagai irt sj. Mohon pencerahannya, terima kasih. Assalamualaikum wr wb

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masa Idah Dalam Islam di menu Tanya Jawab, yang sudah di bahas Oleh Ustadz Ustadz Kholid Syamhudi Lc

      Delete
  9. Assalamualaikum wr wb
    Saya ingin menanyakan masa iddah ibu saya yg ditinggal alm bpk saya, apa hukumnya bila ibu saya ikut ke kampung untuk menguburkan bpk saya dsna dan baru balik ke rmh setelah 1 bln dikampung dan juga kepasar untuk belanja buat tahlillan karna sebelumnya kita tdk tau tentang masa iddah??
    Mohon penjelasannya...
    Wassalam

    ReplyDelete
  10. Jangan kasih kendor Gan

    ReplyDelete