Menghadapi Bila Jodoh Tak Kunjung Tiba

menghadapi jodoh

Bila Jodoh Tak Kunjung Tiba

Assalamu`alaikum wr. wbr.

Sahabat2 Rahimakumullah,

Berikut saya fwd article dari majalah Ummi, "Bila Jodoh Tak Kunjung Tiba", Kenyataan sehari2 ini sering meresahkan terutama sahabat2ku Akhwat ( he he he saya juga ), tapi sebenernya apabila kita mencermati lebih jauh, hal tsb merupakan tanda kasih sayang Allah kepada kita, kenapa ? Karena ALlah lah yang paling tahu akan kebutuhan hamba-Nya, dalam satu "SITUS" hati kita pasti ALlah melihat ke"BELUM" siapan, mungkin dari bekal "ruhiyah" atau mungkin "jasadiyah".Disini lagi2 kita diharuskan untuk berhikmah dalam setiap hal, kmdn membuat action plan yang sesuai dengan kaidah2 syar'i... Nah.. lho,.. :)

Kembali lagi, kepada manusia, bahwa segala sesuatu harus diIKHTIYARKAN, disamping kita juga harus ikhtiyar dalam diri pribadi kita dengan terus menempa diri dengan bekal2 ruhiyah ataupun yang lain, adalah tanggung jawab sosial kita pula. Kalau saya baca kisah2 si jama Rasulullah dulu, bahwa urusan jodoh adalah termasuk urusan ULIL AMRI, tapi rupanya ulil amrinya kemaren sedang disibukan dengan sembako, kemudian partai dan sekarang sibuk ama urusan Rudi Ramli dan Xanana, he he he, just
kidding.

Nah diatas baru salah satu saja, alternatif tinjauan kewajiban sosial nya saja, mau lengkap, bagaimana keterkaitan, peran & tanggung jawab sosial dalam urusan BARANG yang satu ini, silahkan cermati article berikut, syukur 2 kalau mau dikomentarin lebih lanjut...

Begitulah komentar dari saya, minta maaf kalau terkesan "sok tahu"... he he he, ( abis sepi banget sih... milisnya )


Jazakumullah khairan katsiran,
Wassalam, Ida
//---------------------------------------//

Baca Juga :
Meragukan !! Calon Pendamping yang Tidak Menjaga Shalat


Bila Jodoh Tak Kunjung Tiba

Pasangan hidup adalah belahan jiwa. Tempat hati menemukan ketentraman dan kasih sayang. Tak heran, sebelum berjumpa dengannya, jiwa selalu mendamba.

Konon jodoh seperti rezeki. Kadang muncul tanpa diduga, tetapi sering luput walau sudah jatuh bangun mengejarnya. Banyak cara manusia berburu jodoh. Dijodohkan barangkali cara paling tua. Biasanya orang tua atau kerabat yang lebih tua berperan dominan. Calon yang dipilihkan kadang masih terhitung kerabat atau tetangga yang sudah dikenal bobot, bibit dan bebetnya.

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat, seorang konsultan keluarga, perjodohan oleh orang tua merupakan salah satu cara yang baik,"Orang tua biasanya pandangannya lebih jauh, lebih ke depan. Misalnya, dulu itu orang dijodohkan orang tua karena orang tua kenal betul keturunannya. Kalau anak-anak sekarang kan enggak begitu....," ungkap Zakiah. Menjaga hubungan silaturahmi adalah salah satu alasan orang tua menjodohkan anaknya Banyak pasangan telah membuktikan keampuhan cara ini. Perkawinan pasangan tua yang langgeng puluhan tahun merupakan bukti keberhasilannya.

Namun, ada juga orang tua yang menjodohkan anak dengan motivasi lain misal karena harta atau kedudukan. Motivasi ‘tertentu’ tersebut seringkali melahirkan pemaksaan kehendak terhadap anak. Alhasil, tak sedikit rumah tangga yang berakhir tragis.

Beberapa dekade belakangan perjodohan lewat orang tua atau kerabat tak lagi populer. Bahkan kerap dicandai sebagai cara mencari jodoh ala zaman Siti Nurbaya Pengaruh budaya dan nilai dari luar telah mengubah cara pandang sebagian masyarakat. Mencari pasangan sendiri lebih disukai. Supaya lebih sesuai dengan selera dan aspirasi, barangkali. Sebelum memasuki jenjang perkawinan, masing-masing pihak merasa perlu mengenal calon pasangan hidupnya lebih jauh.  Akhirnya, orang tua pun menyerahkan sepenuhnya pada anak. Muncullah "tradisi" pacaran. Dalam perkembangannya pacaran kemudian menyimpang menjadi sekedar ajang "bersenang-senang" dengan lawan jenis tanpa ikatan dan komitmen jelas. Bahkan belakangan batasan tentang interaksi antarpacar menjadi semakin permisif dengan titik ekstrim, berzina.

Pacaran sebagai cara mencari jodoh menurut Zakiah mempunyai kelemahan. "Menurut saya, ketika orang berpacaran, maka pada saat itu mereka menjadi buta. Biasanya yang jelek pun jadi terlihat baik. Cinta membuat semua keburukan akan terlihat baik-baik saja. Katakanlah kebaikannya ada 3, kejelekannya ada 9, bisa-bisa yang kelihatan cuma yang 3 itu saja. Pacaran juga bukan jaminan rumah tangganya akan baik. Ada yang sudah pacaran 10 tahun, terus tidak jadi menikah. Semakin lama pacaran kan bikin orang bosan semua. Dalam agama sebenarnya pacaran tidak diperbolehkan. Apalagi dengan gaya pacaran sekarang yang cenderung serba bebas," kata Zakiah menjelaskan lebih lanjut.

Biro Jodoh, Why Not ...

Bila orang tua sudah ‘lepas tangan’, sementara tradisi pacaran saat ini membuat ‘ngeri’, apa yang harus dilakukan? Ketika itu orang mulai berpikir tentang cara lain. Saat usia semakin bertambah dan keinginan untuk berumah tangga semakin kuat, atau kesibukan yang sangat tinggi membuat biro jodoh menjadi alternatif yang banyak dilirik. Setidaknya rubrik biro jodoh di koran dan media lain membuktikan hal itu. Setiap minggu dapat dijumpai deretan kode dan spesifikasi orang yang ingin mendapatkan pasangan. Kadang ada pula iklan tentang pertemuan sebagai ajang saling kenal bagi anggota biro jodoh tertentu.

Namun, Bila Jodoh Tak Kunjung Tiba semua orang memiliki kesiapan untuk menjadikan biro jodoh sebagai alternatif. Masih banyak orang merasa malu menjadi anggota biro jodoh. Dalam pandangan mereka, tidak pantas bagi wanita bertindak agresif menyodor-nyodorkan diri.

Selain itu ada pula anggapan, menjadi anggota biro jodoh identik dengan  mengakui ketidakmampuan diri mencari pasangan. Dianggap sebagai orang yang tidak pandai bergaul. Lebih kasar lagi dianggap sebagai orang yang tidak laku. Sehingga, biro jodoh adalah alternatif terakhir ketika semua jalan telah buntu. Ini diperkuat dengan data, mayoritas peserta biro jodoh berusia ‘rawan’ nikah.

Image negatif tentang biro jodoh tidak terlepas dari cara-cara yang dilakukan oleh biro jodoh itu sendiri. Misalnya, memampang data anggota dengan gaya vulgar. Dalam beberapa kasus, terjadi tindak pelecehan baik dilakukan oleh pengelola atau sesama anggota (lihat box). Kondisi ini makin membuat orang ‘pikir-pikir’ untuk menjadi anggota biro jodoh. Haruskah kenyataan ini membuat kita mundur? Menurut Erry Soekresno, psikolog, kita tidak perlu malu menjadi anggota biro jodoh. Ini lebih baik ketimbang malu tanpa usaha apa-apa. Bahkan akhirnya stres. Masalahnya sekarang tinggal bagaimana memilih biro jodoh yang baik. Sebab diperlukan adanya syarat-syarat tertentu untuk menilai baik tidaknya sebuah biro jodoh.

Peran Biro Jodoh

Biro jodoh sebagai alternatif diakui oleh Prof. DR. Zakiah Darajat dan DR.

H. Setiawan Budi Utomo, seorang pakar syariah Islam. "Biro jodoh merupakan sarana yang baik untuk mencari jodoh. Sekarang ini kan orang banyak lari ke dukun, paranormal dan sebagainya untuk mencari pasangan. Dari pada melakukan cara-cara syirik tersebut, mengapa tidak coba dengan biro jodoh?" demikian Setiawan Budi.

Tentu saja ada prinsip-prinsip yang tidak boleh dilanggar oleh lembaga perjodohan tersebut. Prinsip-prinsip tersebut menurut Setiawan adalah: pertama, ta’awanu ‘alal birri wat taqwa, bahwa pernikahan adalah perwujudan dari kebajikan dan ketaqwaan. Oleh karena itu, harus melalui proses yang baik. Kedua, perjodohan itu bukan sekedar mempertemukan dua orang manusia. Karena itu harus mempertimbangkan kriterianya. Ada hak untuk memilih, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Dalam memilih bukan sekedar memilih karena kecantikan / ketampanannya.

Disini biro jodoh berperan sebagai mediator atau mungkin lebih tepat disebut sebagai konsultan pernikahan. Rasulullah SAW seringkali dimintakan pendapatnya tentang perjodohan. Pernah ada seorang wanita yang datang kepada beliau dan minta pertimbangan tentang dua orang yang menjadi calon suami. Kemudian Rasulullah memberikan pendapatnya, calon yang pertama itu ringan tangan (suka memukul) dan calon yang kedua orangnya pelit. Pilihan diserahkan pada yang bersangkutan.

Fungsi biro jodoh, lanjut Direktur Pusat Terjemah El Aufia ini adalah untuk menjembatani orang-orang yang memerlukan bantuan mendapatkan jodoh yang shaleh dan shalehat. Secara informal, fungsi ini sudah lama dijalani oleh orang-orang yang memahami Islam dengan baik. Seperti yang dilakukan oleh forum-forum kajian Islam. Ustadz atau ustadzahnya menjadi perantara perjodohan murid-muridnya. Ada seorang ustadzah yang telah berhasil menjodohkan lebih dari dua puluh orang. Alhamdulillah, rumah tangga mereka berjalan dengan aman-aman saja. Adanya biro jodoh ‘formal’ membuka peluang lebih luas bagi orang yang ingin menikah dengan pasangan yang shaleh/shalehat.

Ketika Jodoh Tak Kunjung Tiba Jangan Asal Pilih

Dalam memilih biro jodoh, Zakiah Darajat menekankan perlunya biro jodoh yang bertanggungjawab, jangan asal pilih. Tanggung jawab disini menurut beliau setidaknya harus memenuhi beberapa kriteria. "Biro jodoh itu harus bertanggungjawab akan kebenaran data-data yang masuk. Selain itu, data-datanya juga harus lengkap, jangan setengah-setengah. Biro jodoh juga harus memberikan bimbingan atau konsultasi psikologi kepada pesertanya. Karena berdasarkan pengalaman saya selama menjadi konsultan keluarga, kebanyakan pasangan yang tidak dapat mempertahankan rumah tangganya adalah karena mereka tidak dapat memahami satu sama lain," papar wanita yang baru-baru ini menerima bintang Mahaputera dari Presiden Habibie.

Setiawan Budi juga menekankan perlunya tanggung jawab pengelola biro jodoh. "Pelaksananya ini harus bertanggunjawab untuk menseleksi orang-orang yang ikut biro jodoh. Apakah ia benar-benar orang yang serius dan bertanggungjawab, atau sekedar iseng-iseng belaka.

Prinsip dasarnya adalah ta’awun (bekerja sama) menolong karena Allah, jangan semata-mata ajang bisnis." Kemudian, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk memilih jodohnya. Jangan sampai perempuan hanya menjadi obyek saja. Perempuan berhak pula untuk melihat. Pertemuan yang dilakukan juga harus dalam rambu-rambu yang benar, jangan sekedar pesta-pesta.

Bagi Setiawan, biro jodoh yang baik memiliki empat kriteria. Pertama, ikhlas. Mengelola biro jodoh termasuk ibadah juga. Nikah itu kan sarana untuk menunjang orang beribadah. Kedua, selektif. Maksudnya menjaga dari orang-orang yang iseng. Ketiga, mengedepankan kaidah ‘mempermudah jangan mempersulit’. Keempat, memperhatikan kufu’ (kesepadanan). Selain itu, menurut Zakiah biro jodoh seharusnya juga dapat menjamin kerahasiaan anggota. Para pengelola harus dapat mengatur mekanisme pertemuan dengan cara yang ma’ruf.

Mengenai citra negatif yang terlanjur melekat pada biro jodoh,Setiawan

Budi berpendapat, ini dapat diminimalisir dengan mengubah pandangan kita tentang biro jodoh. Jangan jadikan biro jodoh sebagai alternatif terakhir, tapi jadikan ia sebagai sarana efektif untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik. Ada baiknya biro jodoh tidak membatasi usia anggota biro jodoh. Berapa pun, sepanjang dinilai layak nikah (serius dan  matang) ia dapat diterima dan diproses bila ada kecocokan. Artinya daftar antrian pun tidak semata-mata berdasarkan usia. Selain itu, kita jangan menggantungkan harapan sepenuhnya pada biro jodoh. Ingatlah, jodoh itu ditangan Allah. Kita cuma berusaha. Dengan pemahaman ini, motivasi memasuki biro jodoh bukan semata-mata mencari pasangan. Tapi dapat juga dijadikan sebagai sarana menimba ilmu atau bekalan untuk berumah tangga.

Bila biro jodoh sudah memenuhi kriteria diatas, dan kita pun telah memiliki image positif tentang biro jodoh, mengapa tidak mencoba?

0 comments:

Post a Comment