Seputar Ain - Hasad

seputar ain


Ain - Hasad



Pertanyaan: 

Terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, "Ain adalah nyata, dan seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya ‘ain-lah yang mendahuluinya, dan apabila kalian diminta mandi, maka mandilah." [1] Apakah ini berarti tidak berdosa meminta ‘ain supaya mandi berdasarkan apa yang disinyalir dalam hadits. Apa nasehat anda terhadap orang yang memintanya darinya, karena sebagian orang akan marah bila dirinya diminta demikian? 


Jawaban:

Jika orang yang menimpakan 'ain ('a'in) diketahui dan terbukti bahwa dialah yang menimpakan kepada Ma'in (yang tertimpa 'ain), maka ia diminta supaya mencuci kedua tangannya atau sebagian anggota badannya untuk diguyurkan kepada orang yang terkena 'ain atau meminumkannya. Demikian pula jika orang yang menimpakan 'ain itu sendiri mengakuinya bahwa dirinya telah menimpakan kepada orang yang terkena ‘ain, maka ia harus berlutut di hadapannya dengan mengucapkan: Ma sya?allah la quwwata illa billah. Setelah tertimpa ‘ain, ia harus meniupkan padanya atau mencuci sebagian tubuhnya dan mengguyurkannya padanya.

Tidak boleh ia menolak untuk mandi (atau mencuci sebagian tubuhnya), jika ia diminta demikian, baik ia sebagai tertuduh karena ucapan yang dinyatakannya atau secara pasti bahwa dirinyalah yang menimpakan ‘ain tersebut.

Ia tidak boleh marah dengan hal itu, walaupun ia mengakui tidak melakukannya. Sebab ‘ain itu adakalanya mendahului pelakunya. Dan kebanyakan gangguan itu terjadi dengan tanpa dikehendaki oleh 'ain sehingga kadangkala menimpa sebagian anak-anaknya atau sebagian hartanya. Kemudian ia menyesal atas ucapan yang pernah dinyatakannya. Wallahu a'lam.


Footnote
[1] HR. Muslim, no. 2188, Kitab as-Salam.

Rujukan:
Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin yang ditandatanganinya.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null



Pertanyaan: 
Seorang pembaca bercerita kepada kami bahwa seseorang memandang mobilnya dengan mata kedengkiannya (sehingga mobilnya terkena 'ain) lalu pembaca tadi meminta orang yang memandangnya ('a'in) supaya berwudhu. Setelah itu, ia berdiri untuk mengambil air itu dan menuangkannya ke radiator mobilnya, lalu mobil itu bergerak dan seolah-olah tidak ada sesuatu padanya. Lalu, apa hukum perbuatannya ini? Sebab, yang saya ketahui dalam sunnah ialah mengambil bekas air mandi yang dipakai oleh 'a'in pada saat 'ain tersebut menimpa kepada orang lain.


Jawaban:

Tidak apa-apa melakukan demikian. Sebab, sebagaimana 'ain [1] bisa menimpa kepada hewan, dapat pula menimpa perusahaan, rumah, pepohonan, produk, mobil, binatang liar dan sejenisnya.

Mengatasi gangguan tersebut dengan cara pelakunya berwudhu atau mandi dan menumpahkan bekas air wudhu atau air mandinya, atau mencuci salah satu anggota badannya di atas unta dan semisalnya, di atas mobil dan sejenisnya, serta meletakkannya di radiator adalah berguna dengan seizin Allah. Ini penyembuhan untuk gangguan semacam ini, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم ,
وَإِذَ اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوْا
"Apabila kalian diminta mandi, maka mandilah." [2]


Footnote:
[1] Menurut Imam Ibnul Qayyim, dalam Zad al-Ma'ad, 4/ 167, 'ain adalah penyakit yang berasal dari jiwa orang yang dengki lewat pandangan matanya. Orang yang memandang terkadang mengenai sasaran dan terkadang tidak. Apabila menimpa orang yang tidak memiliki penangkal, maka ia akan terkena pengaruhnya dan jika menimpa orang yang mempunyai penangkal yang kuat, maka panah tersebut tidak mampu menembusnya. Orang yang menimpakannya disebut 'A'in dan yang terkena penyakit itu disebut Ma'in dan Ma'yun. -pent. 
[2] HR. Muslim, no. 2188, Kitab as-Salam.

Rujukan:
Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang ditandatanganinya.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null



Pertanyaan: 
Apakah setiap muslim harus membentengi dirinya dari ‘ain, kendatipun itu telah sah dalam Sunnah? Apakah itu menyelisihi tawakal kepada Allah?


Jawaban:

Dalam hadits disebutkan, 
"Ain adalah nyata, dan seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya ‘ain-lah yang mendahuluinya, dan apabila kalian diminta mandi, maka mandilah." [1]

'Ain adalah mata manusia yang tertuju pada sesuatu lalu menimpakan kerusakan padanya, dan kerusakan ini hanya dengan seizin Allah dan ketentuanNya.

Adapun caranya, wallahu a'lam. Tetapi sebagian manusia ada yang berjiwa sangat jahat, dan keluar dari jiwanya, ketika meracuninya, berbagai racun yang membahayakan yang sampai kepada orang yang dipandangnya. Lalu orang yang dipandangnya mengalami berbagai gangguan, seperti merasakan sakit dan sejenisnya.

Karena itu, kamu harus membentengi diri, dan mengerahkan berbagai upaya yang dapat membentengi dirimu dari kejahatannya.

Di antara upaya-upaya tersebut, ialah Isti'adzah (meminta perlindungan kepada Allah). Nabi صلی الله عليه وسلم meminta perlindungan untuk al-Hasan dan al-Husain.[2] Rasulullah صلی الله عليه وسلم berlindung dari jin dan mata manusia yang dengki.[3] Jibril meruqyah Nabi صلی الله عليه وسلم dari penyakit 'ain dengan ucapan:

بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ اللهُ يَشْفِيْكَ بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ

"Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu dari kejahatan setiap jiwa, atau mata yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu." [4]

Oleh karena itu, setiap orang harus mengamalkan doa-doa ini, melakukan upaya-upaya lainnya yang dapat membentenginya dari keburukannya, serta menyembuhkan hal itu jika telah menimpa. Jika seseorang dituduh telah menimpahkan ‘ain kepada orang lain, maka ia diminta supaya mencuci pakaiannya untuknya atau sejenisnya, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Apabila kalian diminta mandi, maka mandilah." [5]



Footnote:
[1] HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam.
[2] HR. Al-Bukhari, no. 3371, kitab Ahadits al-Anbiya'.
[3] HR. At-Tirmidzi, no. 2058, kitab ath-Thibb; Ibnu Majah, no. 3511, kitab ath-Thibb; dan at-Tirmidzi menilai-nya sebagai hadits hasan gharib.
[4] HR. Muslim, no. 2186, kitab as-Salam.
[5] HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam.

Rujukan:
Al-Kanz ats-Tsamin, Syaikh Abdullah al-Jibrin, hal. 232, 233.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null



Pertanyaan: 
Apakah benar bahwa seseorang menimpakan ‘ain dengan tanpa sengaja, dan bagaimana mengatasinya?

Jawaban:

'Ain itu nyata, sebagaimana yang disinyalir dalam hadits. Sebab, ‘ain mengagumi sesuatu yang dilihatnya, baik manusia, hewan, maupun harta benda. Lalu jiwanya yang jahat dan dengki membayangkan berbagai hal tersebut tertimpa kemudaratan, lantas terlontarlah darinya butir-butir racun yang mempengaruhi apa dan siapa yang dipandangnya, dengan seizin Allah yang bersifat kauni, bukan syar'i.

'Ain bisa menimpa seseorang dengan tanpa disengaja. Ia bisa menimpa anaknya, isterinya, kendaraannya dan sejenisnya.
Cara menyembuhkannya ialah meminta orang yang menimpakan 'ain berdoa dengan mengucapkan, "Ma sya allahu la quwwata illa billah." Demikian pula ia mencuci sebagian anggota badannya dan mengguyurkannya kepada orang yang terkena ‘ain tersebut.


Rujukan:
Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin yang ditandatanganinya.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null



Pertanyaan: 
Apakah sebab-sebab terkena sihir, ‘ain dan al-Mas (gangguan setan)?

Jawaban:

Ketahuilah bahwa aktifitas sihir itu diharamkan dan kafir kepada Allah سبحانه و تعالى. Karena tukang sihir meminta bantuan kepada setan dan mendekatkan diri kepada jin sehingga mereka membantu untuk menimpakan sihir. Di antaranya memisahkan dan menghubungkan (suami dengan isterinya atau selainnya). Tukang sihir apabila ingin menimpakan bahaya kepada seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, maka ia memanggil setan-setannya atau jin-jin yang mentaatinya lalu menyembelihkan untuk mereka atau khadam mereka dan meminta kepada mereka supaya meng-ganggu si fulan atau fulanah, lalu terwujudlah gangguan itu, dengan seizin Allah.

Untuk menyembuhkan hal itu atau membentengi diri darinya ialah dengan berdzikir kepada Allah, beribadah kepadaNya, mentaatiNya, menjauhi kemaksiatan dan ahli kemaksiatan, memperbanyak membaca al-Qur'an dan merenungkannya, serta membaca wirid-wirid, doa-doa dan dzikir. Bersama itulah Allah akan memelihara hambaNya dari tertimpa al-Mass (gangguan setan) dan sihir.

Adapun ‘ain ialah kadang sebagian orang diketahui mempunyai kedengkian kepada orang lain. Ketika ia melihat dari mereka sesuatu yang membuatnya dengki, maka ia menghadapkan hatinya kepada mereka dan mencoba berbicara dengan ucapan permusuhan, lalu ia mengarahkan pandangannya kepada siapa yang dipandangnya dengan panah beracun yang mempengaruhi orang yang dipandangnya tersebut dengan seizin Allah.


Cara mengatasi hal itu ialah dengan berusaha menjauhi mereka yang dikenal dengan kedengkiannya, tidak menampakkan perhiasan di hadapan mereka, menasehati mereka supaya tidak membahayakan orang lain dengan tanpa hak, meminta mereka supaya berbuat baik kepada setiap muslim dan mengucapkan ma sya Allah la quwwata illa billah, dan sejenisnya.


Rujukan:
Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin yang ditandatanganinya.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null



Pertanyaan: 
Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang suka dirinya berbeda dengan selainnya dalam hal pakaiannya dan tidak suka seorang pun menyamainya, bahkan tidak ingin seorang pun lebih darinya. Tetapi ia tidak menginginkan hilangnya kenik-matan seorang manusia pun; apakah ini hasad atau sombong, mengingat dia tidak suka dua sifat ini: dengki dan sombong?

Jawaban:

Kami tidak tahu apa yang berkecamuk di hati wanita ini sehingga memiliki sifat-sifat ini. Jika itu kedengkian, maka itu diharamkan.

Jika itu takabur atau tidak senang orang lain menyamai dalam sifat tersebut, maka itu diharamkan juga. Tetapi kibr (kesombongan) yang tercela ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain, yakni menghinakan mereka. Bukan termasuk kesombongan orang yang senang bila pakaiannya bagus dan sepatunya bagus. Sebab, Allah itu indah mencintai keindahan.

Jika ia melakukannya karena senang berbeda dan populer, dengan ciri yang eksklusif, maka harus dilihat sebabnya. Mungkin ini merupakan tabiat yang sudah mendarah daging pada sebagian hati manusia tanpa adanya faktor-faktor yang terlarang.


Rujukan:
Al-Kanz ats-Tsamin, karya Syaikh Abdullah al-Jibrin, jilid 1, hal. 231.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null


Pertanyaan:
Apakah hakikat ain Nadhl- (panah kedengkian) itu? Allah berfirman, "Dan dari keburukan orang yang dengki ketika dengki." (Al-Falaq: 5). Apakah hadits Rasul صلی الله عليه وسلم shahih, yang maknanya, "Sepertiga yang ada dalam kubur mati karena 'ain"? Apabila seseorang ragu tentang kedengkian salah seorang dari mereka, maka apa yang wajib dikerjakan dan diucapkan oleh seorang muslim? Apakah mengambil bekas mandi orang yang menimpakan ain dan diguyurkan pada orang yang tertimpa dapat menyembuhkan, dan apakah ia meminumnya atau mandi dengannya?


Jawaban:

'Ain itu diambil dari kata 'Ana'Ya'inu, apabila ia menatapnya dengan matanya. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, kemudian diikuti oleh jiwanya yang keji, kemudian menggunakan tatapan matanya itu untuk menyampaikan racun jiwanya kepada orang yang dipandangnya.


Allah سبحانه و تعالى telah memerintahkan Nabinya, Muhammad صلی الله عليه وسلم, untuk meminta perlindungan dari orang yang dengki. Allah سبحانه و تعالى berfirman,

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَد


"Dan dari keburukan orang yang dengki ketika dengki." (Al-Falaq: 5).



Setiap 'a'in (orang yang menimpakan 'ain) adalah hasid (pendengki) dan tidak setiap hasid adalah 'a'in. Karena hasid itu lebih umum ketimbang 'a'in, maka meminta perlindungan dari hasid berarti meminta perlindungan dari 'a'in. Yaitu panah yang keluar dari jiwa hasid dan 'a'in yang tertuju pada orang yang didengki (mahsud atau ma'in), yang adakalanya menimpanya dan adakalanya tidak mengenainya. Jika 'ain itu kebetulan menimpa orang yang dalam keadaan terbuka tanpa pelindung, maka itu berpengaruh padanya. Sebaliknya, bila ia menimpa kepada orang yang waspada dan bersenjata, maka panah itu tidak berhasil mengenainya, tidak berpengaruh padanya. Bahkan barangkali panah itu kembali kepada pemiliknya (diringkas dari Zad al-Ma'ad).



Banyak hadits-hadits shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم tentang terjangkit dengan 'ain ini. Di antaranya apa yang disebutkan dalam Shahihain dari Aisyah -rodliallaahu'anhu-, ia mengatakan,



"Bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم memerintahkan kepadanya supaya meminta diruqyah dari 'ain." (HR. Al-Bukhari, no. 5738, kitab ath-Thibb; dan Muslim, no. 2195, kitab as-Salam).



Muslim, Ahmad dan at-Tirmidzi; ia menshahihkannya, dari Ibnu Abbas dari Nabi صلی الله عليه وسلم beliau bersabda,



"'Ain adalah nyata, dan seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya 'ain mendahuluinya. Jika kalian diminta untuk mandi, maka mandilah." (HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).



Diriwayatkan Imam Ahmad dan at-Tirmidzi; ia menshahihkannya, dari Asma' binti Umais bahwa ia mengatakan,



"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Ja'far tertimpa 'ain; apakah aku boleh meminta ruqyah untuk mereka?" Beliau menjawab, "Ya, seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya 'ainlah yang mendahuluinya." (HR. at-Tirmidzi, no. 2059, kitab ath-Thibb; Ahmad dalam al-Musnad, 6/ 438; Ibnu Majah, no. 3510, kitab ath-Thibb; dan at-Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan shahih).



Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah -rodliallaahu'anha-, ia mengatakan,



"Orang yang menimpakan 'ain diperintahkan supaya berwudhu, kemudian orang yang tertimpa 'ain mandi darinya.? (HR. Abu Daud, no.3880, kitab ath-Thibb).



Imam Ahmad, Malik, an-Nasa'i dan Ibnu Hibban; ia menshahihkannya, meriwayatkan dari Sahl bin Hanif,



"Bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم keluar beserta orang-orang yang berjalan bersamanya menuju Makkah, hingga ketika sampai di daerah Khazzar dari Juhfah, Sahl bin Hanif mandi. Ia seorang yang berkulit putih serta elok tubuh dan kulitnya. Lalu Amir bin Rabi'ah, saudara Bani Adi bin Ka'b melihatnya, dalam keadaan sedang mandi, seraya mengatakan, 'Aku belum pernah melihat seperti hari ini kulit yang disembunyikan.' Maka Sahl pingsan. Lalu ia dibawa kepada Nabi صلی الله عليه وسلم lantas dikatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, mengapa Shal begini. Demi Allah, ia tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula siuman.' Beliau bertanya, 'Apakah kalian mendakwa seseorang mengenainya?' Mereka menjawab, 'Amir bin Rabi'ah telah memandangnya.' Maka beliau صلی الله عليه وسلم memanggil Amir dan memarahinya, seraya bersabda, 'Mengapa salah seorang dari kalian membunuh saudaranya. Mengapa ketika kamu melihat sesuatu yang mengagumkanmu, kamu tidak mendoakan keberkahan (untuknya)?' Kemudian beliau bersabda kepadanya, 'Mandilah untuknya.' Lalu ia membasuh wajahnya, kedua tangannya dan kedua sikunya, kedua lututnya dan ujung kedua kakinya, dan bagian dalam sarungnya dalam suatu bejana. Kemudian air itu diguyurkan di atasnya, yang diguyurkan oleh seseorang di atas kepalanya dan punggungnya dari belakangnya. Ia meletakkan bejana di belakangnya. Setelah melakukan demikian, Sahl bangkit bersama orang-orang tanpa merasakan sakit lagi."

(HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).


Jumhur ulama menetapkan bahwa 'ain itu bisa menimpa, berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan dan selainnya, karena bisa disaksikan dan fakta. Adapun hadits yang anda sebutkan, "Sepertiga manusia yang berada dalam kubur mati karena 'ain," maka kami tidak mengetahui keshahihannya. Tetapi penulis Nail al-Authar menyebutkan bahwa al-Bazzar mengeluarkan dengan sanad hasan dari Jabir y dari Nabi صلی الله عليه وسلم, beliau bersabda,

أَكْثَرُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِيْ بَعْدَ قَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ بِاْلأَنْفُسِ


"Kebanyakan orang yang mati dari umatku, setelah qadha Allah dan qadarNya, karena Anfus." (HR. Ath-Thayalisi dalam Musnadnya, no. 1760; ath-Thahawi dalam al-Musykil dan al-Bazzar; serta dihasankan oleh al-Hafizh dalam al-Fath, 10/ 167; dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 747).



Yakni, karena 'ain.



Kewajiban atas setiap muslim ialah membentengi dirinya dari setan dan dari kejahatan jin dan manusia, dengan kekuatan iman kepada Allah, ketergantungan dan tawakalnya kepadaNya, berlindung dan tadharru' kepadaNya, ta'awwudz nabawiyah, serta banyak membaca Mu'awwidzatain, surah al-Ikhlas, Fatihatul kitab, dan ayat Kursi. Di antara ta'awwudz ialah:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ


"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa yang diciptakanNya."


أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَمِنْ شَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنِ


"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murkaNya dan siksaNya, dari keburukan hamba-hambaNya, dari bisikan-bisikan setan, dan bila mereka datang."



Juga firman Allah,

فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُلْ حَسْبِيَ اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِ


"Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki 'Arsy yang agung." (At-Taubah: 129).



Dan doa-doa sejenisnya yang disyariatkan. Ini adalah makna pembicaraan Ibnul Qayyim yang disebutkan di awal jawaban.



Jika diketahui bahwa seseorang telah menimpakan 'ain kepada orang lain, atau seseorang diragukan bahwa ia menimpakan 'ain, maka orang yang menimpakan 'ain diperintahkan supaya mencuci wajahnya dalam bejana, kemudian memasukkan tangan kirinya lalu mengguyurkan pada lutut kanannya dalam bejana, kemudian memasukkan tangan kanannya lalu mengguyur lutut kirinya, kemudian mencuci kainnya, kemudian diguyurkan pada kepala orang terkena 'ain dari belakangnya sekali guyuran, maka ia akan sembuh dengan seizin Allah.



Hanya Allah-lah yang memberi taufik. Semoga shalawat dan salam Allah limpahkan atas Nabi kita, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.


Rujukan:

Lajnah Da'imah, Fatawa al-'Ilaj bil Qur'an was Sunnah'ar-Ruqa wama yata'allaqu biha.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null


Pertanyaan:
Kadangkala aku merasakan kekerasan dalam hatiku dan kadangkala aku merasa memiliki penyakit seperti syirik khafi (tersembunyi) atau cemburu kepada orang lain. Lantas, apakah solusinya? Aku sering membaca doa Rasul صلی الله عليه وسلم, "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari menyekutukanMu sedangkan aku tahu dan aku memohon ampunanmu karena syirik yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dalam al-Musnad, no. 19109; disebutkan oleh al-Haitsami dalam al-Majma', 10/ 226-227). Dan aku berdoa untuk orang-orang yang mana aku cemburu kepada mereka; apakah itu akan menghapuskan kesalahanku terhadap mereka, kemudian adakah solusi lainnya yang dapat menyembuhkanku dari penyakit yang berbahaya ini?


Jawaban:

Kamu semestinya memperbanyak berdzikir kepada Allah, membaca al-Qur'an, dan melakukan amalan yang dapat kamu kerjakan berupa ibadah-ibadah sunnah dan bergaul dengan orang-orang yang taat beragama lagi shalih, mengikhlaskan amal karena Allah سبحانه و تعالى dan menjauhkan peribadatan dari hal-hal yang mengandung riya' dan mengusirnya jauh-jauh ketika riya' tersebut merasukinya, guna mencari keridhaan Allah dan negeri akhirat.


Adapun membuang kecemburuan ialah dengan keyakinan bahwa semua kenikmatan itu pemberian dari Allah سبحانه و تعالى dan bahwa Dialah yang membagi-bagikannya kepada para hambaNya. Dia berfirman,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُون

"Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Az-Zukhruf: 32).
Dan hendaklah merasa senang jika saudaranya mendapatkan sesuatu sebagaimana ia senang mendapatkan untuk dirinya sendiri, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتىَّ يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

"Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri."
Dan sibuk terhadap dirinya sendiri, daripada cemburu dan dengki, dengan sesuatu yang bermanfaat berupa ucapan dan perbuatan yang shalih.



Billahit taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan atas Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Rujukan:
Al-Lajnah ad-Da'imah, Fatawa al-'Ilaj bil Qur'an was Sunnah - ar-Ruqa wama yata'allaqu biha, hal. 28-29.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.
Kategori: Ain - Hasad
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null



Sumber :

0 comments:

Post a Comment