Seputar Adab seorang muslim

adab gmuslim


Adab-adab


Pertanyaan: 
Bolehkah menyaksikan serial televisi?

Jawaban:

Boleh saja menyaksikan serial televisi, apabila berisi cerita-cerita yang baik, tidak tercium bau kerusakan dan percintaan. Tidak terdapat nyanyian dan tidak ada pula gambar-gambar wanita yang menggoda laki-laki. Apabila ditemukan yang demikian maka tidak boleh menyaksikannya karena dikhawatirkan menjadi fitnah.

Rujukan:
Fatawa al-Mar'ah, Ibnu Jibrin hal 101.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Apa itu sekulerisme? Dan bagaimana hukum Islam terhadap para penganutnya?

Jawaban:

Sekulerisme merupakan aliran baru dan gerakan yang rusak, bertujuan untuk memisahkan urusan dien dari negara, berjibaku di atas keduniawian dan sibuk dengan kenikmatan dan kelezatannya serta menjadikannya sebagai satu-satunya tujuan di dalam kehidupan ini, melupakan dan melalaikan rumah akhirat dan tidak melirik kepada amalan-amalan ukhrawi ataupun memperhati-kannya. Sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم berikut ini sangat tepat dilabelkan kepada seorang sekuler,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيْصَةِ ؛ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ، تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيْكَ فَلاَ انْتَقَشَ

"Celakalah budak dinar, budak dirham dan budak khamishah (sejenis pakaian terbuat dari sutera atau wol, berwarna hitam dan bertanda); jika diberi, dia rela dan jika tidak diberi, dia mendongkol. Celaka dan merugilah (sia-sialah) dia dan bila duri mengenainya, semoga dia tidak bisa mengeluarkannya."[1]

Setiap orang yang mencela sesuatu dari ajaran Islam baik melalui ucapan ataupun perbuatan maka sifat tersebut dapat dilekatkan padanya. Barangsiapa menjadikan undang-undang buatan manusia sebagai pemutus dan membatalkan hukum-hukum syari'at, maka dia adalah seorang sekuler. Siapa yang memboleh-kan semua hal yang diharamkan seperti perzinaan, minuman keras, musik dan transaksi ribawi dan meyakini bahwa melarang hal itu berbahaya bagi manusia dan merupakan sikap apatis terhadap sesuatu yang memiliki mashalahat terhadap diri, maka dia adalah seorang Sekuler. Siapa yang mencegah atau mengingkari penegakan hukum hudud seperti hukum bunuh terhadap si pembunuh, rajam, cambuk terhadap pezina atau peminum khamar, potong tangan pencuri atau perampok dan mengklaim bahwa penegakannya menyalahi sikap lemah lembut dan mengandung unsur kesadisan dan kebengisan, maka dia masuk ke dalam sekulerisme.

Sedangkan hukum Islam terhadap mereka, maka sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala tatkala memberikan sifat kepada orang-orang Yahudi,

"Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia." (Al-Baqarah:85).

Barangsiapa menerima sesuatu yang setara dari ajaran agama seperti Ahwal Syakhshiyyah (Undang-Undang Perdata), sebagian ibadah dan menolak apa yang tidak sejalan dengan hawa nafsunya, maka dia masuk ke dalam makna ayat ini.

Demikian juga firmanNya,

"Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan." (Hud:15-16).

Maka, tujuan utama kaum sekuler adalah menggabungkan dunia dan kenikmatan pelampiasan hawa nafsu sekalipun diharamkan dan mencegah dari melakukan kewajiban, maka mereka masuk ke dalam makna ayat di atas dan juga ayat berikut,

"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (Al-Isra':18).

Dan banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits semisalnya, wallahu a'lam.



_________
Footnote:
[1] HR. Al-Bukhari, al-Jihad (2883).


Rujukan:
Fatawa Fi at-Tauhid, dari fatwa Fadhilatusy Syaikh Ibn Jibrin, h.39-40.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Sekelompok orang kegiatannya seputar menggunjing, menghasut, main kartu, dan sejenisnya. Bolehkah bergaul dengan mereka? Perlu diketahui, bahwa mereka adalah kelompok saya, rata-rata terikat dengan hubungan persaudaraan, garis keturunan, persahabatan dan sebagainya.

Jawaban:

Bergaul dengan kelompok sempalan tersebut berarti me-makan daging mayat saudara-saudara mereka. Sunggung mereka benar-benar dungu, karena Allah telah menyebutkan di dalam al-Qur'an,

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (Al-Hujurat: 12).

Maka mereka itu adalah orang-orang yang memakan dating manusia dalam pergaulan mereka, na'udzu billah. Mereka telah melakukan dosa besar. Yang wajib anda lakukan menasehati mereka, jika mereka mau menerima dan meninggalkan perbuatan itu, maka itulah yang diharapkan. Jika tidak, maka hendaknya anda menjauhi mereka, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala

"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam. " (An-Nisa': 140).

Allah menyatakan bahwa orang-orang yang duduk-duduk bersama mereka yang apabila mendengar ayat-ayat Allah mereka mengingkarinya dan mengolok-oloknya, Allah menganggap orang-orang tersebut sama dengan mereka. Ini merupakan perkara serius, karena berarti mereka keluar dari agama. Maka orang yang bergaul dengan orang-orang durhaka selain itu adalah seperti halnya mereka yang bergaul dengan orang-orang durhaka yang kufur terhadap ayat-ayat Allah dan mengolok-oloknya. Jadi orang yang duduk di tempat gunjingan adalah seperti penggunjing dalam hal dosa. Karena itu hendaknya anda menjauhi pergaulan dengan mereka dan tidak duduk-duduk bersama mereka. Adapun hubungan kuat yang menyatukan anda dengan mereka, sama sekali tidak berguna kelak di hari kiamat, dan tidak ada gunanya saat anda sendirian di dalam kubur. Orang yang dekat, suatu saat pasti akan anda tinggalkan atau meninggalkan anda, lalu masing-masing akan menyendiri dengan amal perbuatannya. Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman di dalam al-Qur'an, 
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. " (Az-Zukhruf: 67).


Rujukan:
Fatawa asy-Syaikh Ibn Utsaimin, juz 2, hal. 394.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Kapan diakuinya perbedaan pendapat dalam masalah agama? Apakah perbedaan pendapat terjadi pada setiap masalah atau hanya pada masalah-masalah tertentu? Kami mohon penjelasan.

Jawaban:


Pertama-tama perlu diketahui, bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama umat Islam ini adalah yang terlahir dari ijtihad, karena itu, tidak membahayakan bagi yang tidak mencapai kebenaran. Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

إِذَا حَكَمَ اْلحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

"Jika seorang hakim memutuskan lalu berijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika ia memutuskan lalu berijtihad kemudian salah, maka ia mendapat satu pahala."[1]

Maka, bagi yang telah jelas baginya yang benar, maka ia wajib mengikutinya.

Perbedaan pendapat yang terjadi di antara para ulama umat Islam tidak boleh menyebabkan perbedaan hati, karena perbedaan hati bisa menimbulkan kerusakan besar, sebagaimana firman Allah,

"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46).

Perbedaan pendapat yang diakui oleh para ulama, yang kadang dinukil (dikutip) dan diungkapkan, adalah perbedaan pendapat yang kredibel dalam pandangan. Adapun perbedaan pendapat di kalangan orang-orang awam yang tidak mengerti dan tidak memahami, tidak diakui. Karena itu, hendaknya orang awam merujuk kepada ahlul ilmi, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa ta'ala,

"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl: 43).

Kemudian pertanyaan penanya, apakah perbedaan ini terjadi dalam setiap masalah? Jawabnya: Tidak demikian. Perbedaan ini hanya pada sebagian masalah. Sebagian masalah disepakati, tidak ada perbedaan, alhamdulillah, tapi sebagian lainnya ada perbedaan pendapat karena hasil ijtihad, atau sebagian orang lebih tahu dari yang lainnya dalam menganalisa nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah. Di sinilah terjadinya perbedaan pendapat. Adapun dalam masalah-masalah pokok, sedikit sekali terjadi perbedaan pendapat.



_________
Footnote:
[1] HR. Al-Bukhari dalam Al-I'tisham (7325).


Rujukan:
Dari fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Semoga Allah membalas kebaikan anda, jika orang-orang kafir menjulurkan tangannya untuk bersalaman, apakah kita harus menolak (untuk bersalaman)?

Jawaban:

Jika mereka memberi salam kepadamu dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman, maka diperbolehkan untuk bersalaman dengan mereka. Tetapi jika kamu (orang muslim) yang memulai memberikan salam dan mengulurkan tangan kepada mereka, hal ini tidak diperbolehkan.

 


Rujukan:
Silsilatu sharhir-Rasail, p241. Diterjemahkan dari: fatwaislam.com

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Seorang makmum terlambat datang dan dia mendapatkan rukuk bersama imam. Orang tersebut melakukan takbir (dengan mengucapkan Allaahu akbar pada saat memasuki rakaat) dan rukuk bersama imam sebelum imam bangkit dari rukuk. Apakah orang ini harus mengganti rakaat tersebut setelah imam salam (setelah selesai shalat berjamaah dengan imam)?

Jawaban:


Jika orang tersebut melakukan takbiratul ihram dengan berdiri, kemudian dia rukuk dan bisa melakukannya bersama imam, maka ia telah menyempurkan raka'at tersebut. 

Hal ini berdasarkan hadist dari Abu Bakrah (radi Allaahu anhu) dimana ia mendapatkan Rasulullah صلی الله عليه وسلم sedang rukuk, maka ia (Abu Bakrah) melakukan rukuk sebelum ia memasuki saf shalat. Kemudian Rasulullah صلی الله عليه وسلم berkata kepadanya: "Semoga Allah menambah semangatmu dan jangan diulangi (rakaat tersebut)." (HR. Bukhari)

Abu Daawud menambahkan pada riwayat tersebut:
"Dan ia rukuk sementara ia tidak berada pada saf shalat dan kemudian ia bergerak menuju saf." (Abu Dawud 1/157, Ahmad 5/39, Bukhari 1/188 and others)

Dan berdasarkan hadist riwayat Abu Dawud dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم:
"Barangsiapa mendapatkan rukuk maka sungguh ia telah mendapatkan raka'at tersebut."
(Abu Daawud 1/206)

Semoga Allah melimpahkan Taufiq-Nya dan semoga salawat dan salam tercurahkan buat Rasullullah Muhammad صلی الله عليه وسلم, keluarganya dan para sahabatnya.


Rujukan:
Fatwaa 93 P316 volume 7 Fataawa of the Permanent Committee. Diterjemahkan dari: http://www.fatwaislam.com

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Ketika seseorang masuk, sementara kami sedang duduk di suatu majlis, para hadirin berdiri untuknya, tapi saya tidak ikut berdiri. Haruskah saya ikut berdiri, dan apakah orang-orang itu berdosa?

Jawaban:

Bukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang, hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya (menyalaminya) dan menuntunnya, lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang-orang tertentu. Yang demikian ini termasuk kesempurnaan etika. Nabi صلی الله عليه وسلم pernah berdiri untuk menyambut Fathimah, Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau. (HR. Abu Daud dalam al-Adab (5217); At-Tirmidzi dalam al-Manaqib (3871)).

Para sahabat juga berdiri untuk menyambut Sa'd bin Mu'adz atas perintah beliau, yaitu ketika Sa'd tiba untuk menjadi pemimpin Bani Quraizah. (HR. Al-Bukhari dalam al-Jihad (3043); Muslim dalam al-Jihad (1768)).

Thalhah bin Ubaidillah juga berdiri dan beranjak dari hadapan Nabi صلی الله عليه وسلم ketika Ka'b bin Malik datang setelah Allah menerima taubatnya, hal itu dilakukan Thalhah untuk menyalaminya dan mengucapkan selamat kepadanya, kemudian duduk kembali. (HR. Al-Bukhari dalam al-Maghazi (4418); Muslim dalam at-Taubah (2769)).

(Peristiwa ini disaksikan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dan beliau tidak mengingkarinya). Hal ini termasuk kesempurnaan etika. Permasalahannya cukup fleksible. Adapun yang mungkar adalah berdiri untuk pengagungan. Namun bila sekedar berdiri untuk menyambut tamu dan menghormatinya, atau menyalaminya atau mengucapkan selamat kepadanya, maka hal ini disyari'atkan. Sedangkan berdirinya orang-orang yang sedang duduk untuk pengagungan, atau sekedar berdiri saat masuknya orang dimaksud, tanpa maksud menyambutnya atau menyalaminya, maka hal ini tidak layak dilakukan. Yang lebih buruk dari itu adalah berdiri untuk menghormat, sementara yang dihormat itu duduk. Demikian ini bila dilakukan bukan dalam rangka menjaganya tapi dalam rangka mengagungkannya.

Berdiri untuk seseorang ada tiga macam: 

Pertama: Berdiri untuknya sebagai penghormatan, sementara yang dihormat itu dalam keadaan duduk, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat jelata terhadap para raja dan para pembesar mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa hal ini tidak boleh dilakukan, karena itulah Nabi صلی الله عليه وسلم menyuruh para sahabatnya untuk duduk ketika beliau shalat sambil duduk, beliau menyuruh mereka supaya duduk dan shalat bersama beliau sambil duduk. (Silakan lihat, di antaranya pada riwayat al-Bukhari dalam al-Adzan (689); Muslim dalam ash-Shalah (411) dari hadits Anas).

Seusai shalat beliau bersabda,
"Hampir saja tadi kalian melakukan seperti yang pernah dila-kukan oleh bangsa Persia dan Romawi, mereka (biasa) berdiri untuk pra raja mereka sementara para raja itu duduk. " (HR. Muslim dalam ash-Shalah (413) dari hadits Jabir).

Kedua: Berdiri untuk seseorang yang masuk atau keluar tanpa maksud menyambut/mangantarnya atau menyalaminya, tapi sekedar menghormati. Sikap seperti ini minimal makruh. Para sahabat tidak pernah berdiri untuk Nabi صلی الله عليه وسلم apabila beliau datang kepada mereka, demikian ini karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukai hal tersebut.

Ketiga: Berdiri untuk menyambut yang datang atau menuntunnya ke tempatnya atau mendudukkannya di tempat duduknya dan sebagainya. Yang demikian ini tidak apa-apa, bahkan termasuk sunnah, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka.


Rujukan:
Majmu' Fatawa Ibn Baz, juz 4, hal. 394.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Apa hukum cium tangan? Dan apa hukum mencium tangan seseorang yang memiliki keutamaan, misalnya guru, dan sebagainya? Apa pula hukum mencium tangan paman dan lainnya yang lebih tua? Apakah mencium tangan kedua orang tua ada tuntunannya dalam syari'at? Ada orang yang mengatakan bahwa cium tangan mengandung kehinaan (menghinakan diri sendiri).

Jawaban:

Menurut kami, itu boleh, dalam rangka menghormati dan bersikap sopan terhadap kedua orang tua, ulama, orang-orang yang memiliki keutamaan, kerabat yang lebih tua dan sebagainya. Ibnul Arabi telah menulis risalah tentang hukum cium tangan dan sejenisnya, sebaiknya merujuknya. Bila cium tangan itu dilakukan terhadap kerabat-kerabat yang lebih tua atau orang-orang yang memiliki keutamaan, ini berarti sebagai penghormatan, bukan menghinakan diri dan bukan pula pengagungan. Kami dapati sebagian Syaikh kami mengingkarinya dan melarangnya, hal itu karena sikap rendah hati mereka, bukan berarti mereka mengharamkannya. Wallahu a'lam.


Rujukan:
Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin (1852), tanggal 20/11/1421 H.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Bolehkan seseorang kencing sambil berdiri bila hal itu tidak mengenai dirinya ataupun pakaiannya?

Jawaban:

Tidak apa-apa kencing sambil berdiri apabila hal itu memang dibutuhkan, dengan syarat, tempatnya tertutup sehingga tidak ada orang lain yang melihat auratnya serta tidak terkena percikan air seninya. Hal ini berdasarkan riwayat dari Hudzaifah -rodliallaahu'anhu-, bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم berjalan menuju ujung tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. (Disepakati keshahihannya. HR. Al-Bukhari dalam al-Wudhu' (2224); Muslim dalam ath-Thaharah (273)).

Namun demikian, lebih baik dilakukan dengan duduk/jongkok, karena seperti itulah yang mayoritas dilakukan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم, dengan tetap menutup aurat dan hati-hati agar tidak terkena percikan air seni.


Rujukan:
Majalah al-Buhuts, nomor 38, hal. 132, Syaikh Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Jika seseorang datang terlambat saat menghadiri kelas / pengajian, sedangkan sang pembicara (ustadz) sudah memulai ceramahnya, apakah saya harus memberi salam dulu, atau langsung duduk tanpa memberi salam? 

Jawaban:

Lebih baik orang tersebut tidak memberi salam jika dikhawatirkan hal ini akan mengganggu jalannya kelas / pengajian, atau mengganggu peserta lain. Akan tetapi, jika memberi salam tidak mengganggu (jalannya kelas atau peserta lain), maka memberi salam adalah sunnah untuk setiap orang yang datang ke kelas / pengajian. Untuk case seperti ini, orang tersebut (yang terlambat datang) sebaiknya memberi salam, dan sudah dikatakan cukup walaupun hanya beberapa orang saja (yang sudah duduk) yang menjawab salamnya.


Rujukan:
Syaikh Ibnu Utsaimin. Fatawa Islamiyah, vol.1, p.371, DARUSSALAM Diterjemahkan dari http://fatwaislam.com/fis/index.cfm?scn=fd&ID=306

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Saya orang yang cepat marah. Saya telah berusaha menguasai diri saat marah, tapi seringkali saya marah tak terkendali. Saya mohon Syaikh berkenan memberi terapinya.

Jawaban:

Hendaknya anda banyak-banyak memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk dan berwudhu seperti wudhu untuk shalat saat anda menghadapi kemarahan, karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم menunjukkan dua hal ini kepada seseorang yang sedang memuncak kemarahannya. Di samping itu, hendaknya menghindari faktor-faktor penyebab kemarahan semampunya. Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman, 
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (Ath-Thalaq: 4).


Rujukan:
Fatawa Islamiyah, Syaikh Ibnu Baz, 4/497.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Kami dapati sebagian ayat-ayat al-Quranul Karim pada sejumlah koran atau lembar catatan. Di antaranya kami dapati lafazh bismillahirrahmanirrahim di awal sebagian kertas atau makalah. Apa yang harus kami lakukan terhadap ayat-ayat tersebut setelah selesai membaca koran atau catatan atau makalah tersebut? Apakah kami harus merobeknya, membakarnya, atau bagaimana?

Jawaban:

Yang harus dilakukan setelah selesai membaca koran atau lembar catatan adalah menyimpannya atau membakarnya atau menguburnya di tanah yang baik sebagai sikap memelihara ayat-ayat al-Qur'an dan asma' Allah Subhanahu wa ta'ala agar tidak dihinakan. Tidak boleh membuangnya ke tempat sampah atau melemparkannya ke pasar, tidak boleh dijadikan pembungkus atau alas untuk makan dan sebagainya. Karena memperlakukan begitu berarti menghinakannya dan tidak memeliharanya. Hanya Allahlah yang mampu memberi petunjuk.

 


Rujukan:
Majalah ad-Da'wah, nomor 1063, Syaikh Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Seseorang hendak menugaskan orang lain dengan suatu pekerjaan. Saya tahu bahwa orang tersebut tidak mampu melaksa-nakannya karena tidak mempunyai keahlian di bidang tersebut. Bolehkah saya memberitahu orang yang hendak memberinya tugas itu tentang kekurangan-kekurangan orang yang hendak diberi tugas itu. Apakah ini termasuk menggunjing?

Jawaban:

Jika maksudnya nasehat maka bukan berarti menggunjing. Hal ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ

"Agama adalah nasehat."

Ditanyakan kepada beliau, "Bagi siapa ya Rasulullah?" beliau menjawab,

لله وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ

"Bagi Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin umumnya. " (HR. Muslim dalam kitab shahihnya, bab al-Iman (55)).

Disebutkan dalam ash-Shahihain dari Jabir bin Abdullah al-Bajali ia berkata, "Aku berbai'at kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim." (HR. Al-Bukhari dalam al-Iman (74); Muslim dalam al-Iman (56)).

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini. Hanya Allah lah yang mampu memberi petunjuk.


Rujukan:
Majalah ad-Da'wah, nomor 1172, Syaikh Ibn Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Apa hukumnya salam dengan isyarat tangan?

Jawaban:

Tidak boleh salam dengan isyarat, yang disunnahkan adalah salam dengan ucapan, baik yang memulai maupun yang membalas.

Tidak bolehnya salam dengan isyarat adalah karena menyerupai sebagian orang-orang kafir dalam ucapan salam mereka, dan ini bertentangan dengan apa yang telah disyari'atkan Allah. Tapi bila memberi isyarat salam kepada yang diberi salam agar difahami bahwa itu adalah salam, karena berjauhan, dengan tetap mengucapkannya, maka ini tidak apa-apa, karena ada riwayat yang menyebutkan demikian. Begitu juga bila orang yang diberi salam sedang shalat, maka ia membalasnya dengan isyarat, sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم.


Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baz, 6/352.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Kategori: Adab-adab
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


Pertanyaan: 
Apakah semua buruk sangka haram? Saya mohon penjelasan, semoga Allah memberi anda kebaikan.

Jawaban:

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيم‏


"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa." (Al-Hujurat: 12).

Jadi tidak semua dugaan itu berdosa. Dugaan yang berdasarkan bukti-bukti sehingga hampir mendekati keyakinan hukumnya tidak apa-apa, sedangkan dugaan yang hanya prasangka belaka, hukumnya tidak boleh.

Sebagai contoh, seseorang melihat seorang laki-laki bersama seorang perempuan, orang tersebut tampaknya baik, maka tidak boleh ia menuduh bahwa wanita itu bukan mahramnya (atau bukan isterinya), karena dugaan ini termasuk yang berdosa.
Tapi jika dugaan itu berdasarkan faktor yang dibenarkan syariat, maka tidak apa-apa dan tidak berdosa. Para ulama telah mengatakan, "Diharamkan berburuk sangka terhadap seorang Muslim yang tampaknya baik." Wallahu a'lam.


Rujukan:
Fatawa Islamiyah, Ibnu Utsaimin (4/537).
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

Kategori: Mahasiswa - Pekerja
Sumber: http://fatwa-ulama.com
Tanggal: null

 


 

Produced by SalafiDB 3.0 (freeware)
http://salafidb.googlepages.com

0 comments:

Post a Comment