FATWA LENGKAP TENTANG ZIARAH KUBUR

FATWA TENTANG ZIARAH KUBUR DAN HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGANNYA

94-Ketika mayit dikuburkan, dimanakah rohnya berada? Karena anda –Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala Melindungi anda- mengatakan bahwa roh itu tidak mati.

Jawab:
Semua Roh yang ada, tempatnya berbeda-beda. Tetapi roh orang-orang beriman -tak diragukan lagi- mereka berada di tempat yang disitu tak ada roh orang-orang kafir sama sekali. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

"Sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu (tersimpan) dalam `Illiyyin." (QS. Al-Muthaffifin: 18)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin." (QS. Al-Muthaffifin: 7)

Dari kedua ayat di atas, kita menyimpulkan bahwa orang-orang kafir tidak bertempat tinggal di tempat orang-orang mukmin. Sedangkan "Sijjin", ada yang mengatakan ia di bawah bumi yang ketujuh. Dan "Illiyin", ia berada di atas langit ketujuh. Dan ada yang mengatakan, bahwa roh orang-orang kafir berada di dalam sumur yang bernama "Barhut". Sedangkan roh orang-orang beriman berada di dalam sumur "Zamzam". Yakni roh-roh ini berkumpul di dalam sumur itu dan hidup tenang di sana.

Tetapi yang benar, sesungguhnya roh orang-orang beriman itu berada di tempat indah manapun yang mereka suka. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah memberitahu kita perihal roh orang-orang yang mati syahid, bahwa mereka berada di dalam tubuh burung hijau yang bergelantungan di pepohonan Surga, yang burung itu bebas terbang kesana kemari diantara lampu-lampu yang bergantungan di Arsy[1].

Jadi, ini adalah dalil bahwa roh orang-orang beriman yang mati syahid ada di dalam Surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Menyebutkan bahwa mereka dalam keadaan hidup. Dia Berfirman,

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki."  (QS. Ali Imran: 169)

Jadi, mereka memiliki kehidupan khusus, karena roh mereka tidak seperti roh-roh lainnya yang tetap dalam keadaanya semula. Tapi roh-roh mereka dijadikan berada dalam tubuh burung hijau yang bebas terbang kesana kemari di lampu-lampu Surga.

Adapun roh orang-orang beriman yang tidak syahid, ada yang mengatakan roh mereka tetap pada keadaan semula. Ada pula yang mengatakan, bahwa roh mereka juga berada dalam tubuh burung hijau itu. Allahu a`lam.

95-Apakah orang-orang mati bisa mendengar?

Jawab:
Para ulama menyebutkan bahwa orang-orang mati itu merasakan kehadiran orang-orang yang mengunjungi mereka. Maksudnya, roh orang-orang mati itu mengerti bahwa mereka dikunjungi dan merasakan hal itu. Adapun mendengar seperti mendengarnya orang yang hidup, maka ini tidak benar.

Memang ada hadits masyhur bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berdiri diantara orang-orang musyrikin yang terbunuh pada perang Badar, beliau berkata mencela mereka saat mayat mereka dibuang ke dalam sumur. Haditsnya di bawah ini,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَ قَتْلَى بَدْرٍ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَتَاهُمْ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ، فَقَالَ: ((يَا أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، يَا أُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ، يَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ، يَا شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ، أَلَيْسَ قَدْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟! فَإِنِّي قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقًّا)) فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَسْمَعُوا وَأَنَّى يُجِيبُوا وَقَدْ جَيَّفُوا؟ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ لَا يَقْدِرُونَ أَنْ يُجِيبُوا)) ثُمَّ أَمَرَ بِهِمْ فَسُحِبُوا فَأُلْقُوا فِي قَلِيبِ بَدْرٍ.[2]

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam membiarkan orang-orang yang terbunuh dalam perang Badar sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mendatangi mayat-mayat itu, lalu berdiri diantaranya dan memanggili mereka. Beliau berkata, "Wahai Abu Jahal bin Hisyam! Wahai Umayyah bin Khalaf! Wahai Utbah bin Rabi`ah!  Wahai Syaibah bin Rabi`ah! Bukankah kalian sudah mendapatkan apa yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kalian?! Sesungguhnya saya benar-benar telah mendapatkan apa yang dijanjikan Rabb-ku padaku." Umar Radhiyallahu ‘anhu mendengar perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada mayat-mayat itu, kemudian ia bertanya, 'Wahai Rasulullah! Bagaimana mereka bisa mendengar, dan mana mungkin bisa menjawab padahal mereka sudah menjadi mayat?!'

Beliau menjawab, "Demi Rabb yang jiwaku ada di tangan-Nya, bukanlah kalian lebih mendengar dari mereka terhadap apa yang kukatakan. Tetapi mereka tidak mampu menjawab."

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyuruh agar mayat-mayat itu diseret dan dibuang di sumur Badar.

Tetapi ada sebuah hadits masyhur dari Aisyah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mengingkari bahwa mayat bisa mendengar seperti di atas. Ia berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi,

"Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar." (QS. Fathir: 22)[3]

Namun yang benar, sesungguhnya ayat ini dimaksudkan bagi orang-orang mati yang sudah terpendam dalam kuburan, jadi artinya adalah jasad-jasad mereka. Adapun roh-rohnya, maka tidak diragukan bahwa ia mengerti kedatangan orang yang mengunjunginya, juga tidak diragukan bahwa ia bisa mendengar, dan sesungguhnya roh-roh itu saling bertemu, saling berkenalan dan saling berbicara satu sama lain. Maka, roh-roh itu dalam dunia ini tidaklah tiada, mereka tetap hidup sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan mereka untuk kembali kepada jasad-jasadnya ketika ditiupkannya sangkakala.

96-Kapan kita harus mengucapkan doa dalam kuburan, apakah saat kita memasuki pekuburan, atau setiap kita lewat di samping pagar kuburan? Dan bagaimana bunyi doa itu?

Jawab:
Doa ini kita ucapkan saat kita masuk ke dalam kuburan, setiap melewatinya, dan setiap kita melihat kuburan. Bunyi doa itu adalah,

((السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ، يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ، اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ أَجْرَهُمْ وَلاَ تُضِلَّناَ بَعْدَهُمْ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ))[4]

"Mudah-mudahan kesejahteraan senantiasa terlimpahkan atas kalian wahai para penduduk kubur, dari kaum muslimin dan kaum mukminin!  Insya Allah kami segera menyusul kalian. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati siapapun yang telah pergi lebih dulu dari kami dan kalian, juga merahmati orang-orang yang akan datang. Kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala perlindungan buat kami dan buat kalian. Ya Allah! jangan Engkau mengharamkan pahala mereka atas kami, jangan menyesatkan kami sepeninggal mereka, dan ampunilah kami juga mereka."

97-Perbuatan termulia apakah yang bisa dipersembahkan buat si mayit? Dan apa maksud ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam ini, "Bershalawat atas mereka"?[5]

Jawab:
Sebaik-baik amal yang dipersembahkan buat si mayit adalah doa. Sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang berbunyi,

((إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ))[6]

"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputus seluruh amal perbuatannya kecuali tiga hal. Sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya."

Jadi sesuai hadits di atas, berdoa buat si mayit adalah amalan paling baik yang dihadiahkan dari segala amal perbuatan yang ada. Ia lebih baik buat si mayit dibanding shalat, sadaqah, haji, atau umrah.

Karena beliau menyebutkan "Anak shaleh yang mendoakannya" dalam urutan amal-amal perbuatan itu. Seandainya amal-amal itu disyariatkan untuk mayit, pastilah beliau mengatakan, "Anak shalih yang bersedaqah untuknya", atau "Anak shalih yang berpuasa untuknya." Atau amalan lainnya yang serupa dengan itu. Tapi ketika beliau berpaling dari semua amalan itu (sadaqah jariyah dan ilmu yang bermanfaat) dan berpindah kepada doa, disini diketahui bahwa doa adalah sebaik-baik amal yang dihadiahkan.

Adapun ucapan yang berbunyi, "Bershalawat kepada mereka", maka shalawat disini maksudnya adalah berdoa, karena shalawat artinya adalah doa seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di bawah ini,

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah: 103)

98-Bolehkah membaca surat al-fatihah atau membaca surat lainnya dari al-qur`an untuk si mayit ketika menziarahi kuburnya? Apakah bacaan al-qur`an ini bermanfaat bagi si mayit?[7]

Jawab:
Banyak hadits yang menetapkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sering melakukan ziarah kubur dan mendoakan orang-orang mati dengan banyak doa. Para sahabat mengetahui doa-doa itu dan merekapun mempelajarinya dari beliau. Diantara doa itu adalah,

((السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ))[8]

"Semoga keselamatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa terlimpahkan kepada kalian wahai para penduduk alam kubur, dari kaum mukminin dan muslimin. Insya Allah Subhanahu wa Ta’ala kami pasti menyusul kalian. Saya memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala buat kami, juga buat kalian."

Tetapi tidak pernah ada keterangan bahwa beliau membaca surat dari al-qur`an atau membaca ayat-ayat untuk para mayat itu. Padahal ziarah kubur beliau sangat banyak. Seandainya membaca al-qur`an di samping kuburan adalah perbuatan yang disyariatkan, niscaya beliau sudah melakukan hal itu untuk para sahabatnya, demi mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena kasih sayangnya kepada umat, juga karena beliau berkewajiban menyampaikan seluruh ajaran Islam kepada para manusia.

Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, beliau adalah seseorang seperti yang disifati Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min." (QS. At-Taubah: 128)

Sehingga, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam tidak membaca al-qur`an di samping kuburan -padahal banyak sekali sebab yang membuat beliau mampu melakukannya-, maka hal ini menunjukkan bahwa membaca al-qur`an di samping kuburan tidaklah disyariatkan.

Hal semacam ini sudah diketahui oleh para sahabat. Karena itu, mereka hanya menapaki ajaran beliau, serta hanya cukup dengan mengambil pelajaran dan mendoakan orang-orang mati, ketika melakukan ziarah kubur.

Tidak pernah ada keterangan dari para sahabat, bahwa mereka membaca al-qur`an buat orang-orang mati. Jadi membaca al-qur`an buat orang mati adalah perbuatan bid`ah yang dibuat-buat dalam agama ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah menjelaskan dengan gamblang masalah ini dalam sabdanya,

((مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ))[9]

"Barangsiapa mendatangkan perkara baru dalam agama Islam, yang perbuatan itu bukan dari agama ini, maka itu adalah tertolak."

99-Apa hukumnya jika seseorang berziarah kubur kemudian membaca surat al-fatihah, khususnya buat para penghuni kubur yang dianggap sebagai wali-wali di beberapa negara arab tetangga. Meski sebagian mereka mengatakan, "Saya tidak menghendaki kesyirikan, tetapi jika saya tidak menziarahi wali ini, ia datang ke dalam mimpiku dan bertanya padaku kenapa tidak menziarahinya?" Menurut anda bagaimana hukum perbuatan ini? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala Memberikan kepada anda, balasan yang sebaik-baiknya[10].

Jawab:
Ziarah kubur sangat disunatkan bagi kaum muslimin yang lelaki. Hal ini sangat disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti dalam ucapan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam sahih Muslim,

((زُوْرُوا اْلقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ))[11]

"Berziarah kuburlah, karena ziarah kubur itu mengingatkan kalian terhadap akhirat."

Juga dalam sahih Muslim dari Buraidah bin Al-Hushoib Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam senantiasa mengajari para sahabat untuk mengucapkan doa ini ketika menziarahi kubur."

Doa itu adalah,

((السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ))[12]

"Semoga keselamatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa terlimpahkan kepada kalian wahai para penduduk alam kubur, dari kaum mukminin dan muslimin. insya Allah Subhanahu wa Ta’ala kami pasti menyusul kalian. Saya memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala buat kami, juga buat kalian."

Juga ada hadits sahih riwayat Aisyah  Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah ketika berziarah kubur beliau mengucapkan doa ini,

((السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ، يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ِلأَهْلِ بَقِيْعِ الْغَرْقَدِ))[13]

"Mudah-mudahan kesejahteraan senantiasa terlimpahkan atas kalian wahai para penduduk kubur, dari kaum muslimin dan kaum mukminin!  Insya Allah kami segera menyusul kalian. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati siapapun yang telah pergi lebih dulu dari kami, juga merahmati orang-orang yang akan datang. Ya Allah! Ampunilah para penduduk kubur di Baqi` Al-Gharqad ini."

Tetapi bukanlah kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam saat berziarah kubur, membaca al-fatihah atau surat lainnya dari al-qur`an. Jadi, membaca al-fatihah -qur`an ketika ziarah kubur adalah perbuatan bid`ah, demikian pula dengan membaca surat yang lain dari al-qur`an. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

((مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ))[14]

"Barangsiapa mendatangkan perkara baru dalam agama ini, yang perbuatan itu bukan dari agama ini, maka itu adalah tertolak."

Sedangkan dalam riwayat lain beliau bersabda,

((مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ))[15]

"Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan dari perintah kami, maka amalan itu adalah tertolak."

Juga di dalam sahih Muslim, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam selalu berkata dalam khutbahnya di hari jum`at,

((أَماَّ بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتاَبُ اللهِ، وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ))[16]

"Amma ba`du: Maka sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru. Dan setiap bid`ah adalah sesat."

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Imam An-Nasai, beliau menambahkan,

((وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ))[17]

"Dan setiap perbuatan bid`ah tempatnya adalah neraka."

Maka... yang wajib bagi kaum muslimin, hendaklah selalu berpedoman dengan syariat yang suci dan menghindari seluruh perbuatan bid`ah saat berziarah kubur atau pada saat-saat yang lain.

Dan perlu diketahui, sesungguhnya kita disyariatkan untuk ziarah kubur kepada seluruh pekuburan kaum muslimin, baik mereka disebut sebagai wali atau tidak. Sebab, setiap mukmin dan mukminah adalah wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang difirmankan-Nya,

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa." (QS. Yunus: 62-63)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Mereka bukanlah orang-orang yang menjadi wali-Nya? Orang-orang yang berhak menjadi wali-Nya, hanyalah orang-orang yang bertaqwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Al-Anfaal: 34)

Juga tidak boleh bagi seorang penziarah kubur atau orang lain untuk berdoa kepada orang-orang mati, meminta pertolongan kepada mereka, bernadzar, menyembelih binatang buat mereka di atas kuburannya, atau di tempat manapun demi mendekatkan diri dengan perbuatan itu kepada orang-orang mati tersebut. Dengan tujuan agar orang-orang mati tadi memberikan syafaat padanya, menyembuhkan keluarganya yang sakit, memenangkannya atas musuh, atau memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang lain. Sebab seluruh perkara ini adalah ibadah. Dan ibadah itu hanya khusus buat Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala,

"Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzaariyat: 56)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al-Jinn: 18)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain hanya kepada-Nya." (QS. Al-Isra`: 23)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya)." (QS. Ghafir: 14)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga Berfirman,

"Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)"." (QS. Al-An`am: 162-163)

Ayat-ayat mengenai masalah ini sangat banyak dalam al-qur`an. Dan ada hadits sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwa beliau bersabda,

((حَقُّ اللهِ عَلَى اْلعِباَدِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلاَ يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً))[18]

"Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus dikerjakan oleh para hamba, adalah mereka hanya beribadah kepada-Nya dan tidak berbuat syirik kepada-Nya sedikitpun."

Ini adalah hadits yang sudah disepakati kesahihannya dari Mu`adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu. Hadits tersebut mencakup segala bentuk ibadah, baik shalat, puasa, ruku`, sujud, haji, berdoa, menyembelih, bernadzar, dan ibadah-ibadah lainnya. Sebagaimana ayat-ayat yang tadi disebutkan, juga mencakup segala macam ibadah itu.

Dalam sahih Muslim dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

((لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ))[19]

"Allah Subhanahu wa Ta’ala Melaknat seseorang yang menyembelih untuk selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala."

Sedangkan dalam sahih Bukhari dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam beliau bersabda pula,

((لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطَرَتِ النَّصاَرَى اِبْنَ مَرْيَمَ، إِنَّماَ أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدَ اللهِ وَرَسُوْلَهُ))[20]

"Janganlah kalian berlebih-lebihan menyanjungku seperti yang dilakukan kaum nashrani terhadap Isa putra Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya."

Dan hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan melarang kita berbuat syirik, atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang menjerumuskan ke dalam syirik, sangatlah banyak jumlahnya.

Adapun para wanita, maka mereka dilarang untuk berziarah kubur. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat para wanita yang berziarah kubur. Dalam hadits dinyatakan,

((لَعَنَ النَّبِيُّ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ))[21]

"Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat para wanita penziarah kubur."

Sedangkan hikmah dari pelarangan itu –Allahu a`lam-, karena para wanita dengan ziarah itu bakal mendatangkan banyak fitnah bagi mereka sendiri dan bagi kaum lelaki.

Memang ziarah kubur pada awal-awal Islam sangat dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam demi menutup datangnya perbuatan-perbuatan syirik. Namun! Ketika agama Islam sudah menyebar, dan tauhid sudah umum dimana-mana, beliau mengizinkan kaum muslimin untuk berziarah kubur[22]. Tetapi beliau tetap mengkhususkan para wanita dengan larangan ziarah kubur, demi menutup pintu fitnah dari mereka.

Adapun kuburan orang-orang kafir, maka tidak masalah bagi kita untuk menziarahinya demi mengambil pelajaran dan mendapat ibrah. Tetapi kita tidak perlu mendoakan mereka atau memintakan ampun buat mereka. Karena diterangkan dalam sahih Muslim, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam meminta izin kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk beristighfar buat ibunda beliau, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak Mengizinkan untuk itu. Kemudian beliau meminta izin kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menziarahi kuburannya saja, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Mengizinkannya[23]. Yang demikian itu, karena ibunda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggal di masa jahiliyah atas agama kaumnya.

100-Apakah ada dalil dalam agama ini tentang waktu tertentu yang ziarah kubur menjadi sangat dianjurkan?

Jawab:
Beberapa ulama menyebutkan bahwa waktu paling utama untuk ziarah kubur adalah hari Jumat. Tetapi tidak ada dalil untuk penentuan ziarah kubur pada hari Jumat ini. Sedangkan yang asal, hendaknya setiap orang berziarah kubur kapan saja saat hatinya terasa keras membatu, saat ia merasa banyak condong kepada dunia, dan lalai kepada hari Akhirat. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyebutkan, bahwa alasan dibolehkannya berziarah kubur adalah untuk mengingatkan kita kepada Akhirat.

Hal itu tersebut dalam ucapan beliau ini,

((قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ))[24]

"Saya dulu melarang kalian berziarah kubur. Sekarang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah diizinkan untuk menziarahi makam ibunya, maka berziarah kuburlah kalian! Karena ia mengingatkan terhadap akhirat."

Adapun penentuan waktu khusus yang digunakan untuk ziarah kubur, maka seperti yang kami sebutkan tadi, tidak ada dalil sahih sekalipun yang menerangkannya. Meskipun ada beberapa atsar dari ulama salaf bahwa orang-orang mati mengetahui setiap orang yang menziarahi mereka pada hari Jumat atau pada hari Sabtu, tetapi hal ini tidak ada dalilnya.

101-Apakah ziarah kubur mempunyai waktu khusus bagi kaum lelaki. Apakah ada waktu yang kita dilarang melakukan ziarah kubur pada waktu tersebut?[25]

Jawab:
Ziarah kubur tidak memiliki waktu yang khusus. Kapan saja anda berziarah kubur di waktu malam atau siang, ini tidak menjadi masalah. Karena disebutkan dalam sebuah hadits sahih bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berziarah kubur di malam hari.

Hadits itu dari Aisyah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ، فَيَقُولُ: ((السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ))[26]

"Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam setiap beliau bermalam bersama Aisyah Radhiyallahu ‘anhu beliau selalu keluar ke pekuburan Baqi` di akhir malam. Kemudian beliau berkata, 'Assalamu`alaikum wahai kampung orang-orang yang beriman. Telah datang apa yang dijanjikan besok kepada kalian. Insya Allah kita akan menyusul kalian. Ya Allah! ampunilah para penduduk Baqi` Al-Gharqad ini.'"

102-Kebanyakan orang mengkhususkan malam hari raya[27] atau siangnya untuk berziarah kubur. Bagaimanakah hukum perbuatan ini?

Jawab:
Perbuatan ini tidak ada dasarnya, tetapi seseorang bisa berziarah kubur kapan saja dia mau.

103-Ketika berziarah kubur, saat duduk di samping kuburan, wajah saya harus dihadapkan kemana, apakah saya harus menghadap wajah si mayit atau menghadap kiblat?

Jawab:
Yang utama saat ziarah kubur, hendaknya anda duduk menghadap wajah si mayit seperti saat ia hidup. Tetapi jika anda menghadap kiblat, maka ini juga tidak apa-apa.

104-Jika saya menziarahi saudara atau ayah saya di kuburan, apakah mereka mengerti kedatangan saya dan merasakannya?

Jawab:
Roh orang-orang yang meninggal dunia adalah kekal tidak mati, mesti jasadnya sudah mati. As-Safarini dalam nadzam aqidahnya berkata,

وَأَنَّ أَرْوَاحَ الْوَرَى لَمْ تَعْدَمِ         مَعْ كَوْنِهَا مَخْلُوْقَةً فَاسْتَفْهِمِ

"Sesungguhnya roh para manusia tidaklah meninggal, ia tetap kekal meski ia adalah makhluk. Maka pahamilah hal ini!"

Jadi, roh orang-orang yang meninggal dunia benar-benar mengerti siapa saja orang yang menziarahi mereka. Mereka juga mengetahui orang yang berhubungan dengan mereka.

Adapun jasad yang sudah dikubur, maka ia tidak kekal. Malah yang asal, sesungguhnya jasad itu hancur dan dimakan oleh bumi.

Sedangkan roh, seperti yang kami sebutkan tadi, ia bisa merasakan dan mengetahui. Jadi, siapapun yang menziarahi kuburan saudara, bapak, teman, atau yang lainnya, meski setelah kehancuran jasad penghuni kubur itu, sesungguhnya roh merasakan kehadirannya. Karena ia masih mempunyai hubungan dengan badan, jadi ia mengerti setiap orang yang berhubungan dengannya, yang menziarahinya, yang mendoakannya, bahkan dia merasa terhibur dengan hal itu.

105-Bolehkah kami memasang alamat (tanda) di atas kuburan semisal besi atau lainnya. Dan bagaimana hukum menancapkan nisan yang disitu tertera nama si mayit serta tanggal kematiannya?[28]

Jawab:
Kita boleh memberi alamat pada kuburan, sehingga kita bisa mengetahuinya datang berziarah kubur. Apakah alamat itu dengan meletakkan batu atau yang semacamnya. Adapun menulis di atas kuburan, maka hal ini tidak boleh dilakukan, karena ada larangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengenai hal itu[29]. Juga karena pemberian nama ini, merupakan perbuatan yang menjurus kepada syirik. Jadi! Kita tidak boleh menulis nama si mayit, tidak juga tanggal kematiannya, atau menulis sesuatu yang lain dari macam-macam tulisan.

106-Seringkali saya berada di dalam mobil, kemudian melewati pekuburan, dan di dalam mobil itu ada beberapa wanita. Pertanyaan saya, bolehkah bagi para wanita itu mengucapkan salam kepada para penduduk kuburan. Dan bolehkah bagi seorang wanita untuk mengucapkannya ketika ia berjalan kaki di jalan raya samping kuburan?

Jawab:
Benar! Hal itu sangat dibolehkan, yaitu ketika seorang wanita lewat di samping dinding kuburan. Selama tidak memasukinya, maka tidak masalah jika ia mengucapkan salam kepada penduduk kuburan dan mendoakan mereka. Hal ini tidak menjadi masalah, sama saja, apakah si wanita berada dalam mobil atau sedang berjalan kaki.

Sesungguhnya yang dilarang itu, jika seorang datang ke kuburan untuk menziarahinya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

((لَعَنَ اللَّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ))[30]

"Allah Subhanahu wa Ta’ala Melaknat para wanita yang berziarah kubur."

Juga sabda beliau kepada para wanita,

((اِرْجِعْنَ مَأْزُوْرَاتٍ غَيْرَ مَأْجُوْرَاتٍ، فَإِنَّكُنَّ تَفْتِنَّ اْلأَحْياَءَ وَتُؤْذِيْنَ اْلأَمْوَاتَ))[31]

"Pulanglah kalian dengan membawa dosa dan tidak mendapat pahala. Karena kalian hanya mendatangkan fitnah bagi orang hidup dan menyakiti orang yang meninggal dunia."

107-Ziarah yang dilakukan Aisyah Radhiyallahu ‘anhu terhadap kuburan saudaranya, yakni Abdurrahman bin Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, bukankah menunjukkan bahwa wanita boleh berziarah kubur?

Jawab:
Perlu kita ketahui, kuburan Abdurrahman bin Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu ini terletak di suatu daerah yang kebetulan Aisyah Radhiyallahu ‘anhu melewatinya saat melakukan perjalanan untuk mengerjakan ibadah Haji. Maka Aisyah Radhiyallahu ‘anhu berhenti dan berkata kepadanya,

((لَوْ شَهِدْتُكَ مَا زُرْتُكَ))[32]

"Seandainya saya menyaksikan kematianmu, niscaya saya tidak menziarahi kamu."

Maka... bisa jadi ketika kuburan Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu sendirian, ia ingin berucap salam secara khusus kepadanya, karena ia tidak bisa menziarahi dan menyaksikannya saat Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Dan kita harus tahu bahwa kuburan Abdurrahman ini hanya sendiri, tak ada kuburan lain di sampingnya. Lagipula ziarah Aisyah Radhiyallahu ‘anhu disini tidaklah ia lakukan secara sengaja, tetapi kebetulan ia sedang lewat disitu.

Apalagi kuburan Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu ini nampak sangat jelas sekali, jadi pada kondisi seperti ini tidak masalah jika seorang wanita melakukan ziarah kubur.

Namun, di hadits ini secara umum tidak ada dalil bahwa seorang wanita boleh melakukan ziarah kubur.

108-Tentang ziarah kubur bagi para wanita, beberapa ulama menyebutkan bahwa pada awal mulanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarang kaum lelaki dan wanita untuk ziarah kubur dengan larangan yang umum tanpa pengkhususan, baik terhadap kaum lelaki atau wanita. Kemudian beliau menghapus larangan pertamanya tadi dengan ucapan yang juga umum tanpa adanya pengkhususan. Yaitu dalam ucapan beliau yang berbunyi,

((كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِياَرَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهاَ فَإِنَّهاَ تُذَكِّرُكُمُ الْمَوْتَ))[33]

"Saya dulu melarang kalian berziarah kubur. Sekarang berziarah kuburlah! Karena ziarah kubur mengingatkan kalian kepada kematian."

Menurut anda, bagaimana kebenaran ucapan ini?

Jawab:
Yang benar dalam masalah ini, sesungguhnya larangan ziarah kubur yang pertama adalah umum bagi kaum lelaki dan perempuan. Adapun izin perbolehan, maka khusus buat kaum lelaki saja. Sedangkan para wanita, tetap dilarang. Bahkan larangan itu sangat ditekankan terhadap para wanita. Hal ini bisa dilihat dari sabda beliau yang berbunyi,

((لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ وَالْمُتَّخِذِيْنَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ))[34]

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat para wanita yang berziarah kubur, juga melaknat orang-orang yang membuat masjid di atas kuburan dan orang-orang yang memasang lampu-lampu pada kuburan."

Juga sabda beliau yang berbunyi,

((لَعَنَ اللَّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ))[35]

"Allah Subhanahu wa Ta’ala Melaknat para wanita yang berziarah kubur."

Juga sabda beliau kepada para wanita,

((اِرْجِعْنَ مَأْزُوْرَاتٍ غَيْرَ مَأْجُوْرَاتٍ، فَإِنَّكُنَّ تَفْتِنَّ اْلأَحْياَءَ وَتُؤْذِيْنَ اْلأَمْوَاتَ))[36]

"Pulanglah kalian dengan membawa dosa dan tidak mendapat pahala. Karena kalian hanya mendatangkan fitnah bagi orang hidup dan menyakiti orang yang meninggal dunia."

Maka beliau memberikan alasan, bahwa keluarnya para wanita untuk berziarah kubur adalah fitnah bagi orang-orang hidup dan gangguan bagi orang-orang yang mati akibat perbutan mereka, seperti niyahah, ratapan, dan lain sebagainya.

Juga diantara yang menunjukkan dilarangnya para wanita untuk berziarah kubur, adalah ucapan beliau kepada Fathimah Radhiyallahu ‘anhu saat beliau melihatnya datang dari keluarga myait. Beliau bertanya,

((مَا أَخْرَجَكِ مِنْ بَيْتِكِ يَا فَاطِمَةُ؟)) قَالَتْ: أَتَيْتُ أَهْلَ هَذَا الْبَيْتِ فَرَحَّمْتُ إِلَيْهِمْ مَيِّتَهُمْ وَعَزَّيْتُهُمْ. فَقَالَ: ((لَعَلَّكِ بَلَغْتِ مَعَهُمُ الْكُدَى))، قَالَتْ: مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ أَكُونَ بَلَغْتُهَا مَعَهُمْ، وَقَدْ سَمِعْتُكَ تَذْكُرُ فِي ذَلِكَ مَا تَذْكُرُ، قَالَ: ((لَوْ بَلَغْتِهَا مَعَهُمْ مَا رَأَيْتِ الْجَنَّةَ حَتَّى يَرَاهَا جَدُّ أَبِيكِ))[37]

"Apa yang menyebabkanmu keluar dari rumah wahai Fatimah!" Fatimah Radhiyallahu ‘anhu menjawab, Wahai Rasulullah! Saya kasihan kepada keluarga si mayit atas kematiannya, karena itu saya ke rumah mereka untuk bertakziyah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkata, "Barangkali kau mengikuti mereka sampai kuburan." Fatimah Radhiyallahu ‘anhu berkata, Audzu billah! Mana mungkin saya melakukan hal itu, padahal saya sudah mendengar larangan anda kepada para wanita untuk berziarah kubur. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Wahai Fatimah! Seandainya kamu mengikuti mereka sampai pekuburan, kamu tidak akan melihat surga sampai kakek ayahmu[38] melihatnya."

Jadi, hadits di atas adalah ancaman sangat keras terhadap wanita untuk masuk ke dalam kuburan, bahkan larangan jangan sampai ia mendekati batas pekuburan dan dindingnya sekalipun.

Sedangkan dalil-dalil lain yang sudah kami sebutkan, juga menunjukkan bahwa para wanita tidak boleh berziarah kubur. Jadi, ziarah kubur hanyalah khusus bagi para lelaki, karena mereka sangat perlu melembutkan hati mereka. Agar ziarah kubur itu menjadi obat bagi penyakit tamaknya terhadap dunia dan penyakit-penyakit lainnya yang serupa. Allahu a`lam.

Sumber Referensi :

[1] HR. Muslim dalam kitabul imarat no. ; At-Tirmidzi dalam kitab tafsir al-qur`an, no. 2937,
[2] HR. Muslim dalam kitab Al-Jannatu wa shifatu na`iimiha, no. 5121
[3] Hadits Aisyah y ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.
[4] HR. Muslim, kitab al-janaaiz, no. 1619
[5] Ibnu Utsaimin, pertemuan terbuka, 7/23
[6] HR. Muslim, kitabul washiyyah, bab: Ma yalhaqu al-insan min ats-tsawaab ba`da wafaatih, 3/1255, no. 1631; dan Abu Dawud dalam kitab al-washaya, bab: fima ja`a fi ash-shadaqah an al-mayyit, 2/106
[7] Ibnu Baz, majalah ad-dakwah, edisi. 747
[8] HR. Muslim dalam kitab al-janaaiz, bab isti`dzan an-nabi fi ziyarati ummih, no. 1620
[9] Syarah sahih Muslim, kitab al-aqdhiyah, bab: Naqdhul ahkaam al-baatilah wa raddi muhdatsaatil umuur, 12/16, dan diriwayatkan pula oleh Imam Al-Bukhari, kitab Ash-Shulh, no. 2499; dan Imam Ahmad, no. 24840
[10] Ibnu Baz, majmu` fatawa wa maqaalat mutanawwi`ah, 5/345
[11] HR. Muslim, kitabul janaaiz, no. 1622; dan Ahmad, no. 1173
[12] HR. Muslim dalam kitab al-janaaiz, bab isti`dzan an-nabi fi ziyarati ummih, no. 1620
[13] HR. Muslim, kitab al-janaaiz, 7/41
[14] Syarah sahih Muslim, kitab al-aqdhiyah, bab: Naqdhul ahkaam al-baatilah wa raddi muhdatsaatil umuur, 12/16, dan diriwayatkan pula oleh Imam Al-Bukhari, kitab Ash-Shulh, no. 2499; dan Imam Ahmad, no. 24840
[15] HR. Muslim, kitab al-aqdhiyah, no. 3243
[16] Syarah Muslim, kitab al-jumuah, no. 1435
[17] HR. An-Nasai, kitab shalat al-idain, no. 1560
[18] HR. Al-Bukhari dalam kitab al-jihad wa as-sair, no. 2644; dan Muslim dalam kitab Al-Iman, no. 43
[19] HR. Muslim dalam kitab al-adhahi, no. 3658
[20] HR. Al-Bukhari dalam kitab Ahadits Al-Anbiya`, no. 3189
[21] HR. Abu Dawud, Bab: ziyaratun nisa` lil qubur, no. 3236
[22] HR. Abu Dawud, kitab al-janaiz, bab: ziyaratul qubur, 3/3235; lafadz hadits yang dari Buraidah bin Al-Khushoib t ini berbunyi,

((نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِياَرَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهاَ فَإِنَّ فِيْ زِيَارَتِهَا تَذْكِرَةً))

"Saya dulu melarang kalian berziarah kubur. Sekarang berziarah kuburlah karena dalam melakukannya terdapat nasehat dan pelajaran."

[23] Lihat, sahih Muslim dari hadits Abu Hurairah t dalam kitab al-janaiz, no. 1621; bunyi hadits itu adalah,

((اِسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ ِلأُمِّيْ فَلَمْ يَأْذَنْ لِيْ، وَاسْتَأْذَنْتُ أَنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِيْ))

"Saya meminta izin kepada Rabbku untuk beristighfar buat ibuku, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengizinkannya. Kemudian saya meminta izin untuk menziarahi kuburannya, dan DIA Subhanahu wa Ta’ala Mengizinkanku."

[24] HR. At-Tirmidzi dalam kitab al-janaiz, no. 974; juga diriwayatkan oleh Muslim dalam sahihnya, kitab al-janaiz, no. 1623; Abu Dawud, kitab al-janaiz, no. 2816
[25] Ibnu Utsaimin, pertemuan terbuka, 7/31
[26] HR. Muslim, kitab al-janaiz, bab ma yuqaalu inda ziyarat al-qabr, no. 1618
[27] Baik Idul Adha atau Idul Fithri.
[28] Fatawa Shalih Al-Fauzan, ad-dakwah, edisi. 1585
[29] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab al-janaiz, no. 1600 dari Jabir bin Abdillah y. Bunyi hadits itu,

((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ))

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarang kita untuk menyemen kuburan, mendudukinya, dan membangunnya."

Imam At-Tirmidzi dan An-Nasai menambahkan,

((وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ))

"(Dan melarang kita ) untuk menulisinya."

[30] HR. Ahmad dari Abu Hurairah t, no. 8095, 8098, 8316, 15102
[31] HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib t.
[32] HR. At-Tirmidzi dalam kitab al-janaiz, no. 975 dari Abdullah bin Abi Mulaikah.
[33] HR. Muslim dalam sahihnya, kitab al-janaiz, no. 1623, dari Buraidah bin Al-Hushoib t.
[34] HR. Ahmad dari Abdullah bin Abbas y, no: 1926, dan Abu Dawud, no. 2817
[35] HR. Ahmad dari Abu Hurairah t, no. 8095, 8098, 8316, 15102
[36] HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib t.
[37] HR. Abu Dawud, dalam kitab al-janaiz, no. 2716; dan Imam Ahmad dalam Al-Musnad, no. 6286, 6785 dari Abdullah bin Amru bin Ash y.
[38] Yakni Abdul Muththalib.

0 comments:

Post a Comment