Apaboleh suami memandikan jenazah istrinya ?

Apaboleh suami memandikan jenazah istrinya

Apaboleh suami memandikan jenazah istrinya ?

Hukum Apaboleh suami memandikan jenazah istrinya ?.
Sebelum masuk kepembahasan pertanyaan berikut telah kami bahas siapa saja yang berhak mengurus jenazah ?..


Yang Berhak Memandikan Jenajah Laki-laki Maupun Perempuan ?

Informasi Mengenai Fatwa-Fatawa Seputar Jenazah Lengkap, dan Tata Cara Pengurusan Jenazah, Semoga Bermanfaat, Terima kasih.

Pertanyaan pertama :

Lelaki dan wanita manakah dari kerabat jenazah yang berhak memandikan jenazah, baik jenazah itu laki-laki ataupun perempuan? Karena kami melihat beberapa lelaki masuk ke tempat pemandian jenazah, tak peduli apakah itu jenazah lelaki, perempuan, sanak kerabat, ataupun jenazah orang asing. Apakah tindakan seperti ini dibenarkan?

Jawaban :

Jenajah Laki-laki hanya dimandikan oleh kaum lelaki. Tetapi boleh bagi wanita untuk memandikan suaminya. Sedangkan jenazah wanita, hanya dimandikan oleh kaum wanita. Tetapi boleh bagi seorang lelaki untuk memandikan istrinya. Sebab dua orang suami istri, masing-masing dari mereka boleh memandikan yang lainnya. Karena Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu telah memandikan istrinya, yaitu Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam [4]. Demikian pula dengan Asma` binti Umais Radhiyallahu ‘anhu, ia telah memandikan suaminya, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. [5]

Adapun selain suami istri, maka tidak boleh bagi para wanita untuk memandikan kaum lelaki, dan tidak boleh pula bagi kaum lelaki untuk memandikan kaum perempuan. Setiap jenis kelamin hanya memandikan yang sama dengan jenisnya. Dan masing-masing dari dua jenis ini tidak boleh melihat aurat yang lain. Kecuali anak kecil yang belum tamyiz [6], maka tidak mengapa untuk memandikannya, baik yang memandikan itu kaum lelaki dan perempuan. Karena anak kecil itu tidak ada aurat baginya. Yang Berhak Memandikan Jenajah Laki-laki Maupun Perempuan

Pertanyaan ke dua :

Lelaki & wanita manakah dari kerabat jenazah yang berhak Memandikan Jenajah, baik jenazah itu laki-laki ataupun perempuan? Karena kami melihat beberapa lelaki masuk ke tempat pemandian jenazah, tak peduli apakah itu jenazah lelaki, perempuan, sanak kerabat, ataupun jenazah orang asing. apakah tindakan seperti ini dibenarkan? (Shalih al-Fauzan, al-Muntaqa, 1/78)

Jawaban: 
Jenazah lelaki hanya dimandikan oleh kaum lelaki. Tetapi boleh bagi wanita untuk memandikan suaminya. 
Sedangkan jenazah wanita, hanya dimandikan oleh kaum wanita. 
Tetapi boleh bagi seorang lelaki untuk memandikan istrinya. Sebab dua orang suami istri, masing-masing dari mereka boleh memandikan yang lainnya. '

Karena Ali bin abi Thalib Radhiyallohu ‘anhu telah memandikan istrinya, yaitu Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. (Lihat, al-Mushannaf fi al-ahaadits wa al-aatsaar karya Ibnu abi Syaibah, 2/455, 456; jg al-Mushannaf karya abdurrazzaq ash-Shan`ani, 3/408-411. hadits ini dihukumi hasan oleh al-albani. Lht pula, Irwa` al-Ghalil, 3/162). '

Demkian pula dengan asma` binti Umais Radhiyallohu ‘anha, ia telah memandikan suaminya, yaitu abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallohu ‘anhu. (Lihat, al-Mushannaf fi al-ahaadits wa al-aatsaar karya Ibnu abi Syaibah, 2/455, 456; jg al-Mushannaf karya abdurrazzaq ash-Shan`ani, 3/408-411)

Adapun selain suami istri, maka tidak boleh bagi para wanita untuk memandikan kaum lelaki, dan tidak boleh pula bagi kaum lelaki untuk memandikan kaum perempuan.

Setiap jenis kelamin hanya memandikan yang sama dengan jenisnya. Dan masing-masing dari dua jenis ini tidak boleh mlht aurat yang lain. Kecuali anak kecil yang belum tamyiz (Di bawah umur tujuh tahun, belum baligh & belum bisa membedakan mana yang benar & mana yang buruk), maka tidak mengapa untuk memandikannya, baik yang memandikan itu kaum lelaki & perempuan. Karena anak kecil itu tidak ada aurat baginya.

Dinukil dari al-Muqorrib li ahkaamil Jana`iz : 148 Fatawa fil Jana`iz, penyusun : ‘abdul ‘aziz bin Muhammad al-‘arifi, dimuroja’ah oleh : ‘abdullah bin ‘abdurrahman al-Jibrin, Penerbit : Dar ath-Thayibah, Riyadh, 1418 H/1997 M.

Memandikan Mayat
Pertanyaan:

Apakah boleh suami memandikan jenazah istrinya?

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kembali dari Baqi’, beliau menemuiku ketika aku sedang sakit kepala, aku mengeluh: “Duh kepalaku.” Beliau bersabda, “Saya juga Aisyah, duh kepalaku.” Kemudian beliau menyatakan,

«مَا ضَرَّكِ لَوْ مِتِّ قَبْلِي، فَقُمْتُ عَلَيْكِ، فَغَسَّلْتُكِ، وَكَفَّنْتُكِ، وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ، وَدَفَنْتُكِ»

“Tidak jadi masalah bagimu, jika kamu mati sebelum aku. Aku yang akan mengurusi jenazahmu, aku mandikan kamu, aku kafani, aku shalati, dan aku makamkan kamu.” (HR. Ibn Majah 1465, dan dinilai hasan oleh al-Albani)

Dalam hadis yang lain, menceritakan kisah meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

Ketika para sahabat hendak memandikan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka kebingungan, “Demi Allah kami tidak tahu, apakah kami harus melepaskan pakaian yang beliau gunakan sebagaimana ketika kami memandikan jenazah yang lain, ataukah beliau dimandikan dengan tetap berpakaian?.” Dalam kondisi mereka berbeda pendapat semacam ini, Allah buat mereka semua tertidur, sehingga semua orang ketika itu, meletakkan dagunya di dadanya. Tiba-tiba ada suara dari pojok rumah, tidak ada yang tahu siapa dia, “Mandikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memakai pakaiannya.” Mereka segera memandikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara baju beliau tidak dilepas.

Melihat suasana demikian, Aisyah mengatakan,

لو استقبلت من أمري ما استدبرت ما غسله إلا نساؤه

“Andai urusanku kembali ke masa silam, tidak ada yang boleh memandikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali para istri beliau.” (HR. Abu Daud 3141, Musnad asy-Syafii 570, dan dinilai Hasan oleh Al-Albani).

Dua hadis di atas merupakan dalil bolehnya suami atau istri memandikan jenazah pasangannya.

Pertanyaan : Apakah seorang pria dapat memandikan jenazah ibu mertuanya?

Tidak sah[1] mandinya apabila pria yang memandikan (jenazah) wanita dan wanita yang memandikan (jenazah) pria.[2] Namun wanita dapat memandikan (jenazah) suaminya sendiri dan suami dapat memandikan (jenazah) istrinya sendiri.[3] Kendati mengikut prinsip ihtiyath mustahab baiknya wanita tidak memandikan (jenazah) suaminya dan suami tidak memandikan (jenazah istrinya).[4]

Namun sehubungan dengan pemandian jenazah (ghusl mayyit) wanita apabila tidak ada wanita yang lain yang dapat memandikannya maka pria-pria yang memiliki hubungan kekerabatan dan mahram dengannya, atau mahram yang disebabkan oleh susuan, dapat memandikan wanita tersebut dari bawah kain.

Karena itu, dalam kondisi normal suami tidak dapat memandikan ibu mertuanya; karena satu-satunya yang dikecualikan dalam masalah ini, mengikut fatwa sebagian marja, adalah istri dan suami.[5] [iQuest]

Sumber Referensi :

[1] Yaitu kayu yang harum baunya, yang dibakar di atas arang. Setelah terbakar asapnya akan mengeluarkan keharuman yang semerbak kemana-mana.
[2] Maksudnya kain-kain yang dibawahnya juga diberi parfum. allahu a`lam.
[3] Shalih al-Fauzan, al-Muntaqa, 1/78
[4] Lihat, al-Mushannaf fi al-ahaadits wa al-aatsaar karya Ibnu abi Syaibah, 2/455, 456; juga al-Mushannaf karya abdurrazzaq ash-Shan`ani, 3/408-411. hadits ini dihukumi hasan oleh al-albani. Lihat pula, Irwa` al-Ghalil, 3/162
[5] Lihat, al-Mushannaf fi al-ahaadits wa al-aatsaar karya Ibnu abi Syaibah, 2/455, 456; juga al-Mushannaf karya abdurrazzaq ash-Shan`ani, 3/408-411.
[6] Di bawah umur tujuh tahun, belum baligh dan belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang buruk.
[7] Lihat, Manar as-Sabiil, 1/166
[8] HR. abu Dawud, 2/176 dan at-Tirmidzi, 2/132
[9] Syaikh abdullah bin Baaz, Fatawa Islamiyyah, 2/62
[10] HR. abu Dawud, 2/62-63; at-Tirmidzi, 2/132, beliau menghukuminya hasan. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, ath-Thayalisi, dan Imam ahmad, 2/80, 433, 454, 472. Hadits ini dihukumi sahih oleh al-albani.
[11] HR. abu Dawud, 2/62-63; at-Tirmidzi, 2/132, beliau menghukuminya hasan. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, ath-Thayalisi, dan Imam ahmad, 2/80, 433, 454, 472. Hadits ini dihukumi sahih oleh al-albani.

Sumber : Referensi Kitab lainnya:

[1]. Ayatullah Bahjat: Kalau tidak berada dalam kondisi darurat.  
[2]. Ayatullah Khui dan Ayatullah Zanjani: Diharamkan bagi pria memandikan wanita dan wanita memandikan pria.  
[3]. Ayatullah Tabrizi: Tidak dibenarkan pria memandikan wanita dan wanita memandikan pria; Ayatullah Zanjani dan Ayatullah Shafi: (Supaya tidak memandikannya apabila tidak berada dalam kondisi darurat); Ayatullah Siistani: Pria tidak dapat memandikan wanita non-mahram dan demikian juga wanita tidak dapat memandikan pria non-mahram. Istri dan suami dapat memandikan satu sama lain.  
[4]. Ayatullah Makarim: Pria tidak dapat memandikan wanita dan demikian juga wanita tidak dapat memandikan pria kecuali (berstatus) suami dan istri yang masing-masing dapat memandikan diri satu sama lain. Meski mengikut prinsip ihtiyâth mustahab baiknya tidak melakukan hal ini apabila tidak berada dalam kondisi darurat.
[5]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassya lil Imam al-Khomeini), jil. 1, hal. 319-320, Masalah 559.

Dan Dari sumber Kitab Lain :

1. Musnad Ahmad Ibnu Hambal. Juz: 6. Hal. 228
2. Al-Iqna’ Fi Chilli Alfadzi Abi Syuja’. Juz: 1. Hal. 181
3. Raudlah Al-Thalibin. Juz: 2. Hal. 103
4. Syarch Al-Wajiz. Juz: 5. Hal. 125
5. Al-Iqna' Li Al-Syarbini. Juz: 1. Hal. 200
6. Nihayah Al-Zain. Juz: 1. Hal. 151
7. Chasyiayah Al-Bujairimi. Juz: 2. Hal. 269.

0 comments:

Post a Comment